BUDAYA KEHAMILAN DI ACEH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ketika seorang wanita hamil, keluarga biasanya
berpartisipasi menyelenggarkan upacara selamatan untuk memanjatkan doa kepada
Allah SWT dengan mengharapkan keselamatan. Dalam upacara selamatan tersebut
dibacakan Al Quran, surat–surat tertentu, bacaan berzanji atau tahlil. Aceh
memiliki adat istiadat yang sangat menghargai dan memuliakan ibu hamil dan
anaknya. Mendorong keluarga dan masyarakat saling bekerja sama membantu
mengayomi ibu hamil.
1.2 Permasalahan
1. Bagaimana masa kehamilan seoranng ibu sampaii bulan ke-9
?
2. Apa yang dilakukan pasca masa melahirkan ?
3. Bagaimana adat Aceh apabila istri dalam keadaan hamil ?
1.3 Tujuan
1.
Agar
mengetahui masa kehamilan seoranng ibu sampaii bulan ke-9.
2.
Agar
mengetahui pasca masa melahirkan.
3.
Agar
mengetahui adat Aceh apabila istri
dalam keadaan hamil.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Masa Kehamilan
a. Masa kehamilan 0-1
1.
Ketika
mertua mendengar kabar bahwa menantunya sudah hamil maka dikirim utusan untuk
diketahui kebenarannya.
2.
Pada
bulan ketiga kehamilan, mertua bersama keluarga terdekat membawa berbagai jenis
buah-buahan. Buah-buahan tersebut diolah oleh keluarga menjadi lincah (rujak).
Kemudian disajikan kepada tamu dan dibagikan kepada tetangga sekitar. Bagi ibu
hamil dimaksudkan untuk menambah selera makan ibu hamil sehingga kesehatannya
lebih prima.
b. Masa kehamilan 4-7
1.
Pada
bulan kelima suami ditepung tawari (rah ulee) oleh ibu mertuanya.
Ketan dan kue-kue disediakan, kemudian dikirim ke rumah orang tua suami dan
dibagikan kepada keluarga terdekat.
2.
Pada
bulan keenam orangtua suami membawa nasi disertai lauk pauk dalam jumlah
terbatas (bu cue), secara diam-diam tanpa diberi tahu terlebih
dahulu kepada keluarga istri.
3.
Pada
bulan ketujuh terdapat dua acara yaitu peumanoe tujoh buleun. Pada
saat inidiadakan acara yang disebut dengan keumaweuh oleh
keluarga istri. Keumaweuh adalah membawa bu gateng yang
melibatkan keluarga suami atau mertua dengan mengantar nasi, lauk-pauk
serta berbagai macam penganan seperti meusekat, wajek, dodoi, bhoi,
timphan, keukarah, makanan boh manok, sama loyang, peunajoh tho dan
lain-laindalam jumlah yang besar. Acara keumaweuh ini diikuti
keluarga serta tetangga di kampung. Kehadiran mereka disambut oleh keluarga
istri dan tetangga dengan suka cita. Pada kesempatan ini ibu hamil dipeusijuek
(didoakan) oleh mertua dan keluarga dekat. Kegiatan adat ini dilakukan untuk
memperkuat silaturrahmi dan ukhuwah islamiyah antar keluarga suami dan istri.
Menumbuhkan semangat kebersamaan dan kepekaan sosial di masyarakat. Dari sisi
psikologis dapat memperkuat rasa percaya diri dan meningkatkan
nilai gizi ibu hamil.
c. Masa kehamilan 8-9
1.
Perhatian dari keluarga terdekat
diwujudkan dalam bentuk membawa makanan yang disukai oleh ibu hamil.
2.
Pemeriksaan kesehatan secara
kontinyu dengan bidan atau ma blien di kampung.
d.
Pantangan adat ibu hamil
1.
Suami
diharapkan tidak pulang larut malam.
2.
Wanita
hamil pantang duduk di atas tangga rumah (bak ulee rinyeun).
3.
Wanita
hamil pantang melihat gambar binatang yang menyeramkan, seperti: kera, gambar
kecelakaan dan gambar yang tidak islami.
Pantangan
adat tersebut dalam upaya memberi kenyamanan, ketenangan, menghilangkan rasa
gundah dan cemas sehingga ibu dan bayi terpelihara. Di samping itu ibu hamil
dapat berpikir positif dalam kehidupannya sehari-hari. Selalu berzikir dan
berdoa kepada Allah SWT.
2.2 Masa Melahirkan
Ada
beberapa tahapan adat Aceh terhadap wanita yang telah melahirkan, didasarkan
pada fitrah manusiawi:
1.
Setelah
melahirkan ibu dimandikan. Pada siraman terakhir, disiram dengan ie boh
kruet (jeruk purut) guna menghilangkan bau amis, setelah menganti pakaian
diberikan merah telur dengan madu.
2.
Selama
tiga hari diberikan ramuan daun-daunan yang terdiri dari daun peugaga,
daun pacar (gaca), un seumpung (urang-aring)
daun-daunan ini diremas dengan air lalu diminum. Hal tersebut berkhasiat untuk
membersihkan darah kotor.
3.
Selama
tujuh hari kemudian diberikan ramuan, dari kunyit, gula merah, asam jawa, jeura
eungkot, boh cuko (kencur), dan lada. Semua bahan ini ditumbuk sampai
halus lalu dicampur dengan air ditambah madu dan kuning telur. Khasiatnya
menambah darah dan membersihkan darah kotor.
d.
Jika kesehatan ibu memungkinkan, mulai hari pertama
diletakkan batu panas di perut dan dipeumadeung (disale). Ibu tidur di
atas tempat tidur yang terbuat dari bambu yang dibawahnya dihidupkan api.
Kebiasaan tot batee dan sale ini 30 sampai 40 hari. Hal ini
bertujuan untuk membersihkan darah kotor, mengembalikan otot dan merampingkan
tubuh.
e.
Sejak hari pertama sampai dengan hari ketiga seluruh tubuh ibu diurut. Dalam
upaya membersihkan darah kotor dan melancarkan ASI.
1.
Memasuki
bulan kedua tidak boleh memakan sembarangan dan setiap pagi minum segelas
saripati kunyit yang berkhasiat untuk ibu dan anak supaya tidak masuk angin,
menguatkan tubuh dan upaya menjarangkan kelahiran.
g.
Ibu yang menyusui biasanya diminumkan air sari daun-daunan seperti daun
kates, daun kacang panjang, daun katuk, dan lain – lain. Tujuannya agar air
susu lebih banyak. Selain itu ibu sebaiknya tidak makan makanan yang pedas
karena dikhawatirkan bayi akan sakit perut.
Selama
dalam masa perawatan, di bagian muka dan badan ibu diberi bedak dingin,
sementara diperut diolesi obat-obatan ramuan dengan dipakaikan bengkung (gurita)
selama 3 bulan. Hal ini berguna untuk menghaluskan muka, tubuh dan mengecilkan
perut.
Bayi
yang didambakan ibu kini telah lahir. Selayaknya ia dirawat dengan
santai, ikhlas, lembut dan tidak boleh emosional. Dalam pangkuan atau gendongan
seorang ibu, bayi akan mendaptkan kehangatan. Mengendong bayi sering kali
disertai dengan nyanyian yang bersifat mendidik dan penuh pengharapan. Banyak
tembang atau nyanyian yang mengandung pelajaran bernilai moral. Bahkan aqidah
Islam serta tasawuf didendangkan ketika mengendong bayi.
2.3 Adat
Aceh Apabila Istri Dalam Keadaan Hamil
Seorang isteri pada saat
hamil anak pertama, maka sudah menjadi adat bagi mertua atau maktuan dari pihak
suami mempersiapkan untuk membawa atau mengantarkan nasi hamil kepada
menantunya. Acara bawa nasi ini disebut ba bu atau mee bu.
Upacara ini dilaksanakan dalam rangka menyambut sang cucu yang dilampiaskan dengan rasa suka cita sehingga terwujud upacara yang sesuai dengan kemampuan maktuan. Nasi yang diantar biasanya dibungkus dengan daun pisang muda berbentuk pyramid, ada juga sebahagian masyarakat mempergunakan daun pisang tua. Terlebih dahulu daun tersebut dilayur pada api yang merata ke semua penjuru daun, karena kalau apinya tidak merata maka daun tidak kena layur semuanya.
Sehingga ada mitos dalam masyarakat Aceh kelak apabila anak telah lahir maka akan terdapat tompel pada bahagian badannya. Di samping nasi juga terdapat lauk pauk daging dan buah-buahan sebagai kawan nasi. Barang-barang ini dimasukkan ke dalam idang atau kateng (wadah). Idang ini diantar kepada pihak menantu perempuan oleh pihak kawom atau kerabat dan jiran (orang yang berdekatan tempat tinggal).
Upacara ini dilaksanakan dalam rangka menyambut sang cucu yang dilampiaskan dengan rasa suka cita sehingga terwujud upacara yang sesuai dengan kemampuan maktuan. Nasi yang diantar biasanya dibungkus dengan daun pisang muda berbentuk pyramid, ada juga sebahagian masyarakat mempergunakan daun pisang tua. Terlebih dahulu daun tersebut dilayur pada api yang merata ke semua penjuru daun, karena kalau apinya tidak merata maka daun tidak kena layur semuanya.
Sehingga ada mitos dalam masyarakat Aceh kelak apabila anak telah lahir maka akan terdapat tompel pada bahagian badannya. Di samping nasi juga terdapat lauk pauk daging dan buah-buahan sebagai kawan nasi. Barang-barang ini dimasukkan ke dalam idang atau kateng (wadah). Idang ini diantar kepada pihak menantu perempuan oleh pihak kawom atau kerabat dan jiran (orang yang berdekatan tempat tinggal).
Upacara ba bu atau
Meunieum berlangsung dua kali. Ba bu pertama disertai boh kayee (buah-buahan),
kira-kira usia kehamilan pada bulan keempat sampai bulan kelima. Acara yang
kedua berlangsung dari bulan ketujuh sampai dengan bulan kedelapan. Ada juga di
kalangan masyarakat acara ba bu hanya dilakukan satu kali saja. Semua itu
tergantung kepada kemampuan bagi yang melaksanakannya, ada yang mengantar satu
idang kecil saja dan adapula yang mengantar sampai lima atau enam idang besar.
Nasi yang diantar oleh mertua ini dimakan bersama-sama dalam suasana
kekeluargaan. Ini dimaksudkan bahwa perempuan yang lagi hamil adalah orang
sakit, sehingga dibuat jamuan makan yang istimewa, menurut adat orang Aceh perempuan
yang lagi hamil harus diberikan makanan yang enak-enak dan bermanfaat.
Dalam ilmu kesehatanpun memang dianjurkan untuk kebutuhan gizi cabang bayi yang dikandungnya, namun apabila itu tidak dituruti maka berakibat buruk pada anak yang dikandungnya kalau istilah bahasa Aceh roe ie babah (ngences). Masyarakat Aceh upacara bawa nasi suatu kewajiban adat yang harus dilakukan, sampai saat sekarang masih berlangsung dalam masyarakat. Lain halnya pada Masyarakat suku Aneuk Jamee Kabupaten Aceh Selatan terdapat adat bi bu bidan (memberi nasi untuk ibu bidan) maksudnya seorang anak yang baru kawin dan hamilnya sudah 6 bulan sampai 7 bulan maka untuk anak tersebut sudah dicarikan ibu bidan untuk membantu proses kelahirannya. Pada upacara kenduri dimaksud kebiasaan masyarakat, ibu bidan akan dijemput oleh utusan keluarga ke rumah bidan lalu dibawa kerumah yang melakukan hajatan. Acara serah terima, melewati beberapa persyaratan antara lain :
1. Pihak keluarga yang melakukan hajatan mendatangi ibu bidan dengan membawa tempat sirih (bate ranub) sebagai penghormatan kepada ibu bidan dan sebagai tanda meulakee (permohonan).
Dalam ilmu kesehatanpun memang dianjurkan untuk kebutuhan gizi cabang bayi yang dikandungnya, namun apabila itu tidak dituruti maka berakibat buruk pada anak yang dikandungnya kalau istilah bahasa Aceh roe ie babah (ngences). Masyarakat Aceh upacara bawa nasi suatu kewajiban adat yang harus dilakukan, sampai saat sekarang masih berlangsung dalam masyarakat. Lain halnya pada Masyarakat suku Aneuk Jamee Kabupaten Aceh Selatan terdapat adat bi bu bidan (memberi nasi untuk ibu bidan) maksudnya seorang anak yang baru kawin dan hamilnya sudah 6 bulan sampai 7 bulan maka untuk anak tersebut sudah dicarikan ibu bidan untuk membantu proses kelahirannya. Pada upacara kenduri dimaksud kebiasaan masyarakat, ibu bidan akan dijemput oleh utusan keluarga ke rumah bidan lalu dibawa kerumah yang melakukan hajatan. Acara serah terima, melewati beberapa persyaratan antara lain :
1. Pihak keluarga yang melakukan hajatan mendatangi ibu bidan dengan membawa tempat sirih (bate ranub) sebagai penghormatan kepada ibu bidan dan sebagai tanda meulakee (permohonan).
2. Setelah ibu bidan hadir
di rumah hajatan, maka keluarga yang melakukan permohonan tersebut dengan acara
adat menyerahkan anaknya yang hamil tersebut agar diterima oleh bidan sebagai
pasiennya.
3. Sebagai ikatan bagi
bidan pihak keluarga menyerahkan seperangkap makanan yang sudah dimasak, untuk
dibawa pulang ke rumah bidan, lengkap dengan lauk pauknya sesuai dengan
kemampuan keluarga yang melakukan hajatan disertai juga dengan menyerahkan
selembar kain dan uang sekedarnya.
Acara puncak bi bu bidan
adalah kenduri dengan didahului pembacaan tahlil dan doa, acara tersebut
biasanya dilakukan pada jam makan siang dan ada juga pada malam hari setelah
shalat Isya. Setelah upacara selesai maka ibu bidan diantar kembali ke
rumahnya, mulai saat itu anaknya yang hamil telah menjadi tanggungjawabnya ibu
bidan.
Pada saat bayi telah lahir
disambut dengan azan bagi anak laki-laki dan qamat bagi anak perempuan. Teman
bayi yang disebut adoi (ari-ari) dimasukkan ke dalam sebuah periuk yang bersih
dengan disertai aneka bunga dan harum-haruman untuk ditanam di sekitar rumah
baik di halaman, di samping maupun di belakang. Selama satu minggu tempat yang
ditanam ari-ari tersebut dibuat api unggun, hal ini untuk menghindari
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti : Adanya orang ilmu hitam yang
memanfaatkan benda tersebut, tangisan bayi diwaktu malam dan dari serangan
binatang pemangsa seperti anjing. Pada hari ke tujuh setelah bayi lahir,
diadakan upacara cukuran rambut dan peucicap, kadang-kadang bersamaan dengan
pemberian nama. Acara peucicap dilakukan dengan mengoles manisan pada bibir
bayi disertai dengan ucapan :
” Bismillahirahmanirrahim,
manislah lidahmu, panjanglah umurmu, mudah rezekimu, taat dan beriman serta
terpandang dalam kawom”.
Pada saat inilah bayi
telah diperkenalkan bermacam rasa di antaranya asam, manis, asin. Ini merupakan
latihan bagi bayi untuk mengenal rasa, bisa dia bedakan antara satu rasa dengan
rasa yang lainnya. Sebelumnya, bayi hanya mengenal ASI eklusif yang dia
dapatkan dari ibunya.
Pada zaman dahulu upacara
turun tanah dilakukan setelah bayi berumur satu sampai dua tahun, bagi
kelahiran anak yang pertama upacaranya lebih besar. Namun untuk saat sekarang
ini masyarakat tidak mengikutinya lagi, apalagi bagi ibu-ibu yang beraktifitas
di luar rumah seperti pegawai negeri, pegawai perusahaan, dan karyawati di
instansi tertentu. Ke luar rumah sampai satu tahun dan dua tahun itu dianggap
tidak efisien dan tidak praktis lagi. Bagi ibu-ibu pada zaman dahulu, selama
jangka waktu satu atau dua tahun tersebut mereka menyediakan
persiapan-persiapan kebutuhan upacara.
Pada saat upacara
tersebut, bayi digendong oleh seorang yang terpandang, baik perangai dan budi
pekertinya. Orang yang mengendong tersebut memakai pakaian yang bagus maka
sewaktu bayi diturunkan dari rumah, bayi dipayungi dengan sehelai kain yang
dipegang pada setiap sudut kain oleh empat orang. Di atas kain tersebut dibelah
kelapa, dengan makksud agar bayi tidak takut mendengar bunyi petir. Belahan
kelapa dilempar kepada sanak famili dan wali karongnya. Salah seorang keluarga
bergegas-gegas menyapu tanah dan yang lainnya menampi beras, ini dilakukan
apabila bayinya perempuan. Namun apabila bayinya laki-laki, maka yang harus
dikerjakan adalah mencangkul tanah, mencincang batang pisang atau tebu,
memotong rumput, naik atas pohon seperti : pinang, kelapa, mangga, dll.
Pekerjaan ini dimaksudkan agar anak perempuan menjadi rajin dan bagi laki-laki
menjadi ksatria. Setelah semua selesai, selanjutnya bayi ditaktehkan (diajak
berjalan) di atas tanah dan akhirnya dibawa keliling rumah sampai bayi dibawa
pulang kembali dengan mengucapkan assalamualaikum waktu masuk ke dalam rumah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa
kehamilan seorang ibu dibagi menjadi 3 masa yaitu, masa kehamilan dari usia 0-1
bulan, usia kehamilan 4-7 bulan, dan usia keamilan 8-9 bulan.
Pada
masa kelahiran ada beberapa tahap yang harus dilakukan oleh si ibu. Setelah melahirkan ibu dimandikan, selama
tiga hari diberikan ramuan daun-daunan, selama tujuh hari kemudian diberikan ramuan, jika kesehatan ibu memungkinkan,
mulai hari pertama diletakkan batu panas di perut dan dipeumadeung (disale),
sejak hari pertama sampai dengan hari ketiga seluruh tubuh ibu diurut, memasuki
bulan kedua tidak boleh memakan sembarangan
DAFTAR
PUSTAKA
·
Ogi. (2011). Pola
Hidup dan Golongan Masyarakat Aceh. Dipetik
7 Mei, 2016, dari http://carapedia.com/pola_hidup_golongan_masyarakat_aceh_info526.html
·
Wignjodipoero,
Soerojo, 1990, Pengantar dan Asas-Asas
Hukum Adat, Jakarta: CV Haji Masagung.
Comments
Post a Comment