HAK MENGUASAI OLEH NEGARA
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kata
menguasai atau penguasaan oleh negara terletak didalam Pasal 33 UUD 1945 dan
tidak dapat ditafsirkan
secara khusus didalam penjelasanya. oleh karena itu, kata penguasaan jika kita
tafsirkan secara etimologis adalah : “proses, cara, perbuatan menguasai
atau mengusahakan”[[1]]. Jadi penguasaan
adalah suatu tindakan yang mencakup dari segi proses sampai cara menguasainya.
Dengan kata lain bahwa penguasaan oleh negara adalah suatu proses yang dilakukan
oleh negara untuk menguasai atau mengusahakan sesuatu yang sesuai dengan
kepentingan.
Sedangkan
dalam hal penguasaan negara atas bahan galian atau bahan pertambangan mempunyai
makna : “negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan mengusahakan segenap
sumber daya bahan galian yang terdapat diwilayah hukum pertambangan Indonesia”[[2]] . Pengertian ini searah dengan apa
yang tercakup didalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.
Pada
dasarnya hak merupakan suatu yang abstrak, jika melihat pendapat dari Lawrance
M. Friedman[[3]] “ sebuah hak adalah adalah
sebuah klaim atas sebuah barang yang, paling tidak dalam teorinya, atau secara
etika, pasokannya tidak terbatas jumlahnya” Sedangkan, pengertian hak menurut
Satjipto Rahardjo :
“hukum
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentinganya tersebut. Pengalokasikan
kekuasaan ini dilakukan secara terstruktur, dalam arti, ditentukan kekuasaan
dan kedalamannya, kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak.”[[4]]
Pengertian dari hak menguasai negara
yang lain adalah “ hak yang hanya dimiliki oleh negara, sehingga urusan agraria
dipahami sebagai urusan pemerintah pusat, walaupun pelaksannannya dapat
didelegasikan kepada pemerintah daerah swatantra atau masyarakat hukum adat
sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional“[[5]]. Selain
itu, pengertian hak menguasai negara yang lain adalah “ hak yang pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat“[[6]]. Dimana
untuk kekuasaan tertinggi negara mempunyai hak[[7]]:
1. Mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya.
2. Menentukan dan mengatur hak-hak
yang dapat dipunyai atas ( bagaian dari ) bumi, air, dan ruang angkasa itu.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air
dan ruang angakasa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Nilai-Nilai
Hak Penguasaan Negara Menurut Pasal 33 UUD 1945 ?
2. Bagaimana Nilai-Nilai
Hak Menguasai Negara Menurut UUPA ?
3. Bagaimana Hak
penguasaan/menguasai atas tanah ?
1.3 Tujuan
4. Agar mengetahui
Nilai-Nilai
Hak Penguasaan Negara Menurut Pasal 33 UUD 1945.
5. Agar mengetahui Nilai-Nilai Hak Menguasai
Negara Menurut
UUPA.
6. Agar mengetahui Hak penguasaan/menguasai
atas tanah.
BAB II
PEMBASAHAN
2.1 Nilai-Nilai Hak
Penguasaan Negara Menurut Pasal 33 UUD 1945.
Secara
konstitusional bahwa Hak Penguasaan Negara berada pada Pasal 33 UUD 1945,
dimana “ pasal ini menjadi landasan berlakunya hak menguasai negara dan hak
negara untuk menggunakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya”[[8]]. Oleh
karena itu, kita harus mengetahui pengertian konstitusi terlebih dahulu sebelum
lebih jauh membahas tentang esensi dari Pasal 33 tersebut.
Pada hakekatnya
konstitusi adalah suatu hukum dasar yang merupakan dasar bagi peraturan
perundang-undangan yang lain[[9]].
Menurut Steenbek materi suatu konstistusi pada umumnya meliputi[[10]] :
1. Adanya jaminan
terhadap hak asasi manusia dan warga negara
2. Ditetapkannya susunan
ketatanegaraan suatu negara secara fundamental
3. Pembagian dan
pembatasan tugas ketatanegaraan.
Yang diinginkan dalam pengertian ini
adalah keberlangsungan sistem triaspolitika termaktub didalam suatu konstitusi
dan sejalan dengan pengakuan atas hak asasi manusia.
Yusril Ihza Mahendra mengibaratkan bahwa
konstitusi adalah “ kira-kira menyerupai kedudukan kitab suci bagi pemeluk
agama”[[11]]. Namun
bukan berarti pengertiannya sama dengan kitab suci pemeluk agama yang diyakini
oleh pemeluknya sebagai sarana dalam hubungan transedentalnya dengan Tuhan.
Pasal
33 UUD 1945 mengatur tentang dasar-dasar sistem perekonomian dan kegiatan
perekonomian yang diinginkan oleh bangsa Indonesia. Kegiatan perekonomian ini
harus memperhatikan kesejaheraan masyarakat sehingga penyusun UUD menempatkan
pasal ini dibawah judul Kesejahteraan Sosial. Oleh karena itu, Pasal 33
UUD 1945 sering disebut sebagai dasar yang mengatur tentang hak menguasai atau
penguasaan oleh negara, tetapi tidak bisa berdiri sendiri. Melainkan, berkaitan
dengan kesejahteraan rakyat. Seperti yang di ungkapkan Bagir Manan, “ Upaya
memahami Pasal 33 tidak terlepas dari dasar pemikiran tentang kesejahteraan
sosial”.[[12]]
Dasar-dasar
pemikiran yang melandasi Pasal 33 UUD 1945 adalah pokok pikiran tentang
idiologi perekonomian Indonesia merdeka yang di rumuskan oleh Panitia Keuangan
dan Perekonomian yang diketuai Moh. Hatta, menghasilkan rumusan bahwa “ Orang
Indonesia hidup tolong menolong”[[13]].
Berdasarkan
rumusan tersebut diatas, maka menut Abrar Saleng ada beberapa pokok
pikiran yang terkandung di dalam pelaksanaan kepentingan pertambangan[[14]] :
1. Perekonomian
Indonesia berdasarkan pada cita-cita tolong-menolong dan usaha bersama,
dilaksanakan dalam bentukkoperasi
2. Perusahaan besar
mesti dibawah kekuasaan Pemerintah.
3. perusahaan besar
berbentuk korporasi diawasi dan penyertaa modal Pemerintah.
4. tanah dibawah
kekuasaan negara
5. perusahaan tambang
alam bentuk usaha negara dapat diserahkan kepada badan yang bertanggung jawab
kepada Pemerintah.
Keberadaan pasal 33 UUD 1945 sangat
diharapkan untuk “penguasaan oleh negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuaran rakyat,
dilengkapi dengan ketentuan faktor-faktor produksi yang penting yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, menjadikan negara pemain dominan
dalam sektor ekonomi”[[15]].
Namun, ketika negara tidak mampu meningkatkan perekonomian dan selanjutnya
bergandengan tangan dengan para investor asing, maka sesungguhnya telah terjadi
perubahan secar subtantif dari isi pasal ini, “negara dan para pemodal menguasai
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuaran rakyat, dilengkapi dengan ketentuan faktor-faktor
produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak”[[16]]
Dari uraian diatas, maka kita mdapat
dengan mengetahui bahwa ada unsur keadilan dalam sudut pandang Hobbes dengan
adanya penguasaan oleh negara. Menurut beliau, tidak ada keadilan alamiah yang
lebih tinggi daripada hukum positive[[17]]. Jika
dikaitkan lebih jauh dengan teori keadilannya Hobbes dengan Hak menguasai
negara terhadap pertambangan yang tercantum pada pasal 33 tersebut, maka akan
semakin jelas titik tautnya pada suatu konsep belaiu “ Untuk tercapainya
perdamaian dan ketertiban dalam masyarakat, orang-orang harus menyerahkan
kebanyakan hak-hak alamiahnya kepa[[18]]da
suatu kekuatan yang berdaulat dalam negara”.
2.2 Nilai-Nilai Hak
Menguasai Negara Menurut UUPA.
Hak penguasaan Negara atas tanah
dapat dilihat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria yang berbunyi sebagai berkut :
1) Atas dasar ketentuan
dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai Negara, sebagai
organisasi seluruh rakyat.
2) Hak menguasai dari
Negara termaksud dalam ayat (1) ini memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air
dan ruang angkasa tersebut
b. menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara oarang-orang dengan bumi, air dan ruang
angkasa.
c. menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan
hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
3) Wewenang yang
bersumber pada Hak menguasai dari Negara pada ayat (2) Pasal ini digunakan
untuk mencapai sebesar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan,
dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum indonesia yang merdeka,
berdaulat, adil, dan makmur.
4) Hak menguasai dari
Negara tersebut diatas pelaksanaanya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swantara
dan masyarakat-masyarakat hukum adat, swekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan
Pemerintah.
Berdasarkan Pasal 2 UUPA diatas, Boedi
Harsono mengartikan Hak menguasai dari negara sebagai “sebutan yang
diberikan oleh UUPA kepada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret antara
negara dan tanah Indonesia.”[[19]]
Berbeda dengan
Iman Soetikno yang memberikan pengertian Hak menguasai dari Negara dapat dibagi
menjadi : hak menguasai aktif dan Hak menguasai pasif, dimana hak
menguasi pasif adalah “hak menguasi dari negara yang meliputi tanah dengan
hak-hak perorangan bersifat pasif”[[20]],
maksudnya adalah bahwa diatas tanah telah ada hak-hak perorangan ataupun
keluarga, maupun hak-hak yang lainnya.
Sedangkan hak
menguasai hak yang lain. Aktif adalah “hak menguasi dari negara yang meliputi
tanah dengan hak-hak perorangan … , apabila tanah tersebut dibiarkan tidak
diurus/ditelantarkan.”[[21]]
Hak menguasai
dari negara atas tanah yang tidak dipunyai oleh perorangan atau keluarga dengan
hak apapun, dan masih belum dibuka juga dapat digolongkan sebagai hak
penguasaan bersifat aktif[[22]].Dengan
kata lain, apabila negara memerlukan tanah tersebut untuk kepentingan rakyat,
maka dapat digunakan dengan memperhatikan hak ulayat di daerah tersebut.
Ada batasan-batasan penting yang harus
diingat oleh Negara didalam menggunaan hak menguasi dari Negara tersebut, Prof.
Maria SW Sumardjono mengatakan bahwa kewenangan negara ini harus dibatasi dua
hal:
1. Pembatasan oleh UUD 1945. Bahwa
hal-hal yang diatur oleh negara tidak boleh berakibat pelanggaran hak asasi
manusia yang dijamin oleh UUD 1945. Peraturan yang biasa terhadap suatu
kepentingan dan menimbulkan kerugian di pihak lain adalah salah satu bentuk
pelanggaran tersebut. Seseorang yang melepas haknya harus mendapat perlindungan
hukum dan penghargaan yang adil atas pengorbanan tersebut.
2.
Pembatasan yang bersifat substantif dalam arti peraturan yang dibuat oleh
negara harus relevan dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dan kewenangan ini tidak dapat didelegasikan
kepada pihak swasta karena menyangkut kesejahteraan umum yang sarat dengan misi
pelayanan. Pendelegasian kepada swasta yang merupakan bagian dari masyarakat
akan menimbulkan konflik kepentingan, dan karenanya tidak dimungkinkan [[23]]
Dengan adanya
batasan tersebut, ingin dicapai sebuah perasaan adil bagi masyarakat agar tidak
memandang negara sebagi sebuah diktator yang buruk rupa. Sehinnga, selain pembatasan
tersebut, UUPA juga terasa unsur keadilan liberalnya dengan terdapat berbagai
macam hak yang terkandung didalamnya bagi pribadi atau persoon. Dimana menurut
pandangan keadilan liberal yang dikemukakan oleh Samuel Pufendrof adalah[[24]] “ cita keadilan bermaksud mengatur
tindakan-tindakan manusia da masyarakat untuk menyusun dan memelihara suatu
ketertiban rasional didalmnya terwujud sifat dasar manusia dan tercapai
tujuan-tujuan berupa keamanan, ketenangan, dan kebebasan”.
2.3 Hak Penguasaan/Menguasai
Atas Tanah.
Hak bangsa
indonesia (pasal 1)
2. Hak
menguasi dari negara (pasal 2)
3. Hak
ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang menurut keyataannya masih ada (pasal 3)
4. Hak-hak
idividual
a. Hak-hak
atas tanah (pasal 4)
ü Primer : hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, yang diberikan oleh
negara, hak pakai yg diberikan oleh negara (pasal 16)
ü Sekunder
:hak guna usaha, hak pakai yang diberikan oleh emilik tanah, hak gadai, hak
usaha bagi-hasil, hak menumpan, hak sewa dan lain-lain (pasal 37, 41,
53)
b. Wakaf
(pasal 49)
c. Hak
jaminan atas tanah: hak tangguangan (pasal 23, 33, 39, 51,
dan UU no 4 tahun 1996)
Pemikiran tentang hak menguasai negara atas tanah
berangkat dari pembaukaan alinea ke-4 UUD 1945, dari oemahaman itu pemerintah
memiliki tangun jawab sekaligus tugas utama untuk melindungi segenap bangsa
indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, kata “tumpah darah” memiliki
makna “tanah air”. Tanah air ndonesia memiliki arti, bumi, air dan kekayaan
alam yang ter kandung didalamnya.[[25]]Penjabaran
itu lebih lanjut termaktub dalam pasal 33 UUD 1945.[[26]] Hak
menuasai negara yang terdapat didalam pasal 33 UUD 1945 termuat dalam ayat (2)
dan (3)[[27]],
kandungan makna dalam pasal tesebut memiliki dua garis besar, pertama, nagara
menguasai bumi, air, dan kekayaan alam, yang terkandung didalamnya, kedua,
diperguanakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.[[28]] Hak
menguasai negar merupaka suatu konsep yang mendasarkan pada pemahaman bahwa
negara adalah suatu organisasi kekuatan dari seluruh rakyat indonesia, sehingga
bagi pemilaik kekuasaan, upaya mempengaruhi pihak lain menjadi central yang
dalam hal ini dipegang oleh negara.[[29]] Pengelolaan
sumberdaya alam yng dilakukan dan diusahakan oeh negara semata-mata demi
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, tujuan itu menjadi tanggung jawab
negara sebagai konsekuensi menguasai atas air,bumi, dan segala isinya
ddalmnaya, hal ini juga merupakan jaminan dan bentuk perlindungan terhadap
sebesar-besar kemakmuran rakyat dan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesai.[[30]]
Tanah sebagai faktor produksi tang utama harus berada
dibawah kekuasan negara, tanh dikuasai negara artinya tidak harus dimiliki oleh
negara, negara memilikihak menguasai tanah melalu fungsi negara untuk mengatur
dan mengurus (regelen en besturen).[[31]] Negara
berwenag mengtur dan penyelanggaraan peruntukan, penggunaan persediaan, dan
pemeliharaan. Selain itu juga negara berwenang menentukan dan mengatur hak-hak
yan dapt dipunyai (bagi dari bumi) , air dan ruag angjasa dan
menentukan serta mengatur hubunan-hubunan hukum antar orang-orang dan perbuatan
hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.[[32]]
Negara melalui pemerintah mengupayakan agar
kekayaan alam yang ada di indonesia meliputi yang terkandung dibumi, air dan
bahan galian adalah diperguanakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa
indonesia.[[33]] Untuk
mencapai tujuan tersebut naegara diberi hak yaitu hakmenguasai dari negara,
hakmneguasai dari negara adalah seabutan yang diberikan UUPA kepad lembaga
hukum dan hubungan hukum kongkrit antra negara dan tanah indonesia yang
dirinci tjauanya dalam pasal 2 ayat(2) dan (3) UUPA. Kewenagang negara dalam
pertanahan merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur dan memimpin penguasaan
dan pengguanaan tanah bersama yang dipunyainya.[[34]]
Tujuan
sebesr-besar kemkmuran rakyat sehubungan deangan aspek ekonomi, maka negara
dapat melakukan intervensi dalam hal ini, intervensi tersbut dapat berupa
enmpat alternative, yaitu:[[35]]
a. Negara
dapat memberi hak monopoli bagi perushaan negara:
b. Negara
menciptakan kondisi yang bersaing antara perusahan-perusahaan negara;
c. Negara
dapat membuat seperangkat perauran perundang-undangan yang dapat menciptakan
kompeatisi;
d. Negara
dapat mengatur monopoli swasta.
Campur tangn near dalam hal ini pemerintah dalam
bidang ekonnomi tak sealamanya tanpa masalah, artinya potensi munculnya
peramaslahan disebabkan campurtangan negara yang berlebihan bida saja negara.
Hal itu dapat dihindaari dengan dukungan dari stabilitas politik yang memadai.
Makna hak menguasi negara berarti negara diberi kekuasaan atau wewenang untuk
mengatur, mengurus dan mengawasi cabang-cabang produkdi yang pentin bagi negara
dan menguasai hajt hidup orang banyak serta bumi ari dan kekayan alam yang
terkandung didalamnya.[[36]]
Tanah-tanah neara dalam arti sempit harus dibedakan
denaag tanah yang dkuasai oleh departemen-departemen dan lembaga-lembaga
pemerintahan non departemen lainnya yang hak pakai, yang merupaka aset atau
bagian dari kuasaan negara, yang penguasaannya ada dlam menteri keuangan
penguasaan tanh-tnah negara dalam arti publik, seaperti yang dimaksud dalam
pasal 2 UUPA, ada pada menteri nagara agraria[[37]]
BAB lll
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Diindonesia, secara konstitusional pengaturan hukum
tanah (sebagai bagian dari sumber daya alam) ditegaskan dalam pasal 33
undang-undsng dasar 1945. Terdapat dua kata yang menentukan, yaitu perkataan
“dikuasai” dan “dipergunakan”, perkataan dikuasai” sebagai dasar wewenang
negara, negara adalah badan hukum publik yang dapat mempunyai hak dan kewajiban
seperti manusia biasa. Persoalan yan dapat dikemukakan adalah apakah daar alsan
sehingga negara diberi wewenang untuk menguasai anah?
Perkataan “diperunakan” megandung suatu perintah
kepada suatu negara untk mempergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
perintah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang dasar 1945 berisi keadaan
berbuat , berkehendak agar sesuai dengan tujuannya. Kurangnya pemahaman
atas makna, subtansi atas maksud dan tujuan menguasai negara atas tanah
tidak mustahil mudah untuk disalagunakan dan disalah tafsirkan bahwa negara
adalah organ kekuasaan yang mandiri terlepas dari maksud yang terlepas dan
tujaun dibentuknya.
3.2 Saran
1. Meskipun Pasal 2 ayat (2) UUPA tidak menyebutkan
rincian kewenangan Hak Menguasai Negara tidak seperti ketentuan Pasal 2
ayat (2) itu. Seyogianya hal tersebut dipandang sebagai tafsir otentik dari
pengertian Hak Menguasai Negara sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
dan untuk meruntutkan sistem Hak Penguasaan atas tanah yang konsisten di ambil
dari hukum adat.
2. Hal yang paling dibutuhkan saat ini adalah adanya
aturan pada level undang-undang (dalam arti formal) yang memberikan kewenangan
untuk mengambilalih secara wajib (compulsory) tanah warganegara demi kepentingan umum.
3. Pembatasan hak menguasai negara seyogianya tidak
dimaksudkan untuk mengkerdilkan kekuasaan negara itu sendiri. Sudah seharusnya
negara mempunyai kekuasaan yang besar untuk menata wilayahnya termasuk menata
tugas-tugas pemerintahan di bidang pertanahan. Hal penting adalah Hak Menguasai
Negara Atas Tanah (HMNAT) dipastikan untuk diarahkan sungguh-sungguh bagi
terwujudnya sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam kondisi transisional
sekarang ini kekuasaan yang besar itu justru sangat penting di bidang
pertanahan untuk mengendalikan negara dari rongrongan yang mungkin terjadi
termasuk rongrongan eksternal.
DAFTAR
PUSTAKA
·
A.Hamid S.attamimi,”teori perundang-undanga
indonesia”,Pidato diucapkan pada
·
pengukuhan guru besar tetap pada fakultas hukum
universitas indonesia, jakarta pada tanggal 25 april 1992.
·
B.F,Sihombing, Evolusi kebijakan pertanahan
dalam hukum tanah idonesia, Gunung
o agung,jakarta,
2005.
·
Budi Harsono.Hukum agraria idonesia jilid I,Djambatan,
Jakarta.2008
·
Mahfud MD,Moh. hukum dan pilar-pilar demokrasi, Gama
Media, Yogyakarta, 1999.
·
Mahfud.MD, Moh.Demokrasi dan konstitusi diindonesia,
Liberty,Yogyakarta, 1993.
·
Philip S.james, Introduction to inglis Law,
Butterworths, London,1989.
·
Philiphus M.Hadjhon,Pengantar Hukum admiistrasi negara
indonesia, Gadjah mada university perss,Yogyakarta..
·
Sri Sunarni, Mengenal Lembaga Hukum Trust inggris dan
Perbandngannya Diindonesia.LPPM, Unisba, Bandung, 1994.
·
Surojo, Wignjoduporo, pengantar dan asa-asa hukum
adat, gunung agung, cetakan ke II,jakarta 1982.
·
Yuliantara Dadang. Pembaharuan kabupaten arah realsasi
otonomi daerah pembaharuan,Yogyakarta.2004.
·
Winahyu Erwiningsih,Hak menguasai negara atas
tanah,Total media,yogyakarta,2009.
·
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
·
UUD 1945
·
UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
[3] Lawrance M. Friedman, Sistem Hukum perspektif ilmu
sosial, (Penerbit
Nusa Media, cetakan kedua, Bandung)hal.299.
[4] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,( PT. Citra Aditya Bakti, cetakan kelima,
2000,Bandung), hal. 53.
[5] Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH. dan Dr. Yanis Maladi,
SH.,MH.,Politik
Hukum Agraria ,
(Mahkota Kata, cetakan pertama, 2009), hal 141
[8] Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH. dan Dr. Yanis Maladi,
SH.,MH.,Politik
Hukum Agraria ,
(Mahkota Kata, cetakan pertama, 2009), hal 141
[9] Moh. Kusnardi, SH dkk.,Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (Pusat
Studi Huku Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Cetakan
keempat,1981,jakarta), hal. 75
[10] Sri Soemantri M, Prosedur dan sistem Perubahan
Konstitusi,( Alumni, Cetakan keempat,1987,Bandung), hal. 51.
[11] Yusril Ihza Mahendra, Kelembagaan Negara Dalam Teori
dan Praktek,( CIDES, 1996,Jakarat), hal. 235.
[13] Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, ,(
UII Press, cetakan kedua, 2007,Jogjakarta), hal. 28.
[14] Ibid, hal. 28-30.
[19] Boedi Harsono, Hukum Agraia Indonesia,
(Penerbit Djambatan, cetakan kesepuluh,2005,Jakarta), hal. 268.
[20] Iman Soetikno, Politik Agraia Nasional,
(Gadjah Mada Univcersity press, cetakan ketiga,1990,Yogyakarta), hal 53.
[21] Iman Soetikno, Politik Agraia Nasional,
(Gadjah Mada Univcersity press, cetakan ketiga,1990,Yogyakarta), hal 53.
[22] Iman Soetikno, Politik Agraia Nasional,
(Gadjah Mada Univcersity press, cetakan ketiga,1990,Yogyakarta), hal 54.
[23] AP. Parlindungan, 1991, Komentar atas Undang-Undang
Pokok Agraria, ( Mandar Maju, Bandung). hal. 40.
[25]Winahyu
Erwiningsih,Hak menguasai negara atas tanah,Total media,yogyakarta,2009, Hlm
82.
[35] Didik J.
Rachbini. Ekonomi politik paradigma, teory dan erpektif baru.Dikutip oleh Winahyu
Erwiningsih,Hak
[36] Didik J.
Rachbini. Ekonomi politik paradigma, teory dan erpektif baru.Dikutip oleh
Winahyu Erwiningsih,Hak
Comments
Post a Comment