AKHLAK DAN TAQWA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Menjadi
rahmat bagi orang yangtidak mempercayai Islam sekalipun, bahkan orang-orang
yang memusuhi Islam.Islam yang hadir pada saat manusia dalam kegelapan dan
kebekuan moral, telahmerubah dunia dengan wajah baru, terutama dalam hal
“revolusi akhlak”. Nabi Muhammad SAW di utus, tidak lain adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia dari kebiadaban menuju umat yang
berkedaban.Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena
akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabiat, perangai, karakter
manusia yang baik maupun buruk dalam hubungannya dengan Allah SWT dan sesama makhluk.
Tak bisa dipungkiri betapa pentingnya kita
sebagai seorang muslim mengenal akhlak dalam aplikasi kehidupan kita dalam
hubungan dengan lingkungan, sesama manusia, bangsa dan negara, hingga
hubungan kita dengan Allah SWT.Perintah untuk bertakwa kepada Allah Azza wa
Jalla senantiasa relevan dengan waktu dan tempat, kapanpun dan dimanapun.
Mengingat, ragam fitnah yangmengancam hati seorang hamba, lingkungan yang tidak
kondusif ataupun lantaranhati manusia yang rentan mengalami perubahan dan
sebab-sebab lainnya yang berpotensi menimbulkan pengaruh negatif pada
keimanan dan ketakwaan.Taqwa sangat penting dan dibutuhkan dalam setiap kehidupan
seorang muslim.
Namun masih banyak yang belum mengetahui
hakekatnya. Setiap jumat para khatib menyerukan taqwa dan para makmum pun
mendengarnya berulang-ulang kali. Namunyang mereka dengar terkadang tidak
difahami dengan benar dan pas.
Persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana cara kita berakhlak dan bertakwa dengan benar
sehingga kita dapat mengimplementasikannya dalamkehidupan kita secara benar
pula.
Sebagaimana kenyataan saat ini, bangsa kita yang tercinta
ini tengah dilanda persoalan pelik yang sesungguhnya berakarkan terpuruknya akhlak dan ketakwaan manusia-manusia kita, serta hilangnya dasar-dasar penanaman moral dan
etika
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa saja objek atau ruang lingkup pembahasan
akhlak?
2.
Apa itu taqwa?
1.3 Tujuan
Mengetahui
Ruang lingkup pembahasan akhlak, sehingga bisa menentukan mana yang baik dan
buruk,mana yang haq dan bathil,dan menerapkan akhlak yang dianjurkan dalam
qur’an dan hadits dalam kehidupan. Ingin mengetahui apa
itu taqwa? Ingin mengetahui bagaimana ruang lingkup
taqwa? Ingin mengetahui bagaimana ciri- ciri
orang bertaqwa
BAB II
PEMBASAHAN
2.1 Makna dan Ruang Lingkup Akhlak
Akhlak merupakan fungsionalisasi
agama. Artinya keberagamaan menjadi tidak berarti bila tidak dibuktikan dengan
berakhlak. Orang mungkin banyak shalat, puasa, membaca al-Qur’an dan berdo’a,
tetapi bila perilakunya tidak berakhlak, seperti merugikan orang, tidak jujur,
korupsi dan lain-lain perbuatan tercela, maka keberagamaannya menjadi tidak
benar dan sia-sia.
PENGERTIAN
ILMU AKHLAK
Akhlak berasal
dari bahasa Arab : Akhlaqa,
Yukhliqu, Ikhlaqan yang
berarti al-Sajiyah (perangai), al-Thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-Adat (kebiasaan), al-Muruah (peradaban yang baik), dan al-Din (agama).
Kata
Akhlak dalam al-Qur’an dan Hadits
QS. Al-Qalam :
4 : “Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Orang
Mu’min yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi
pekertinya(HR.
Turmudzi)
Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk
menyempurnakan akhlak (keluhuran budi pekerti. (HR. Ahmad)
DEFINISI
AKHLAK
Ibn Miskawaih : Akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Imam al-Ghazali : Akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Ibrahim Anis
dalam Mu’jam al-Wasith : Akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk,
tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Abdul Hamid
dalam Dairatul Ma’arif : Akhlak adalah sifat-sifat manusia
yang terdidik.
CIRI-CIRI
PERBUATAN AKHLAK
Perbuatan yang telah tertanam kuat
dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.Perbuatan yang
dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main/ bersandiwara Perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata karena
Allah, bukan karena ingin dipuji/karena ingin mendapat suatu pujian.
RUANG
LINGKUP
Membahas tentang perbuatan-perbuatan
manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan
baik atau buruk. Obyek
pembahasan ilmu akhlak adalah berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap
suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Ruang Lingkup Meliputi :
Akhlak pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu
adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari
dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dansadar kepada diri sendirilah, pangkal
kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani,
disamping itu manusia telah mempunyai fitrahsendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan
dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.
Akhlak berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam
mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan
anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran yang bijak, setiap agama
telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung jawabuntuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan
ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan
kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka
mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.
Seorang anak haruslah mencintai kedua
orang tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan
hormati. Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau,
mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam
masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.[1] Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu
laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada
engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana
engkau gembira dan membelamu bilamana perlu.[1] Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang
kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai
ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap keperluan.
Akhlak bermasyarakat
Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu
bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan
bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu
mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.
Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas
dari pendidikan sosial kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat.
Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup
sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok,
bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa
yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan
masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak
menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.
Akhlak bernegara
Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang
berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah
airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan
ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul
tenggelam bersama mereka.
Akhlak beragama
Akhlak ini merupakan akhlak atau
kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat
luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan.
2.2 Makna dan Ruang Lingkup Taqwa
Taqwa secara umum memiliki pengertian melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Orang yang bertaqwa adalah orang
yang beriman, yaitu orang yang berpandangan dan bersikap hidup dengan ajaran
Allah menurut sunnah rasul, yakni orang yang melaksanakan sholat, sebagai upaya
pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya untuk kepentingan ajaran Allah.
Ketaqwaan adalah kekuatan dari dalam yang cemerlang
dan unik. Pertumbuhannya dapat mengukir sejarah baru di dunia.Bersihkanlah iman
kita dari syirik dengan menjauhi mantra-mantra, ajaran sesat, takhayul dan
perdukunan yang sesat. Pastikan kita melakukan ibadah-ibadah wajib setiap hari
dan menjauhi maksiat dalam bentuk apapun. Bertemanlah dengan orang-orang yang
sholeh agar kita tidak menyimpang. Allah berfirman dalam QS. At-Taghabun (64) :
16
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا
وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لأنْفُسِكُمْ
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu dan dengarlah sertataatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik
untuk dirimu”.
Taqwa memiliki 3 (tiga) tingkatan yaitu :
Pertama: Ketika seseorang melepaskan diri dari
kefakiran dan mengadakan sekutu-sekutu bagiAllah, dia disebut orang yang taqwa.
Kedua: Menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah
SWT dan Rasul-nya, ia memiliki tingkattaqwa yang tinggi.
Ketiga: orang yang setiap saat selalu berupaya
menggapai cinta Allah SWT, inilah tingkattaqwa yang tertinggi.
Allah berfirman lewat surat Ali Imran ayat 102;Artinya
:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam
keadaan muslim (beragama Islam).
Taqwa adalah
sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap
sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu
berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang
berbuat salah dan melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri
dan lingkungannya.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam
taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama islam dan kehidupan
manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan
seorang muslim.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga
menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang
sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan
kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan
menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah
adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang
diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal
kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan
membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah
sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara yang diada-adakan
(baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di mana
saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah,
baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah
keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul
Muhsin al-’Abbad hafizhahullah)
1.
Hubungan manusia dengan Allah SWT
2.
Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
3.
Hubungan manusia dengan sesama manusia
4.
Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
Hubungan Manusia Dengan Allah SWT
Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah
SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita
dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten
terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai
dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan ikhlas seperti
mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam
kehidupan kita, melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan
kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap
peduli dan menjauhkan kita dari ketamakan. Dan hati yang dapat mendatangkan
sikap persamaan, menjauhkan dari takabur dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah tersebut ditetapkannya bukan
untuk kepentingan Allah sendiri melainkan merupakan untuk keselamatan
manusia.
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan
cara beriman kepada Allah menurut cara-cara yang diajarkan-Nya
melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya untuk menjadi petunjuk dan
pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:
“inilah (Al-quran) suatu
ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang
bertaqwa “. (QS. Ali-imran 3:138)
manusia juga harus beribadah kepada Allah
dengan menjalankan shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa selama
sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali dalam
seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan-Nya. Sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur
atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima
segala cobaan yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas
segala dosa yang telahdilakukan.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan
berhubungan baik dengan sesama serta lingkungannya, manusia juga harus bisa
menjaga hati nuraninya dengan baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang
sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain
itu manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak
banyak diantara umat manusia yang tidak dapat mengendalikan hawa
nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka
seperti yang tertulis dalam Al-quran Surat Yusuf ayat 53 yang artinya:
“Dan aku tidak membebaskan
diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan, kecuali siapa
yang diberi rahmat oleh tuhanku.
Sesungguhnya tuhanku maha pengampum lagi
maha penyayang”. (QS. Yusuf 12:53)
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada
Allah dan diri sendiri agar mampu mengendalikan hawa nafsu
tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri dapat ditandai dengan
ciri-ciri, antara lain :
Ø Sabar
Ø Tawaqal
Ø Syukur
Ø Berani
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar
dalam menerima apa saja yang datang kepada dirinya, baik
perintah, larangan maupun musibah. Sabar
dalam menjalani segala perintah Allah karena dalam pelaksanaan perintah
tersebut terdapat upaya untuk mengendalikan diri agar perintah itu bisa
dilaksanakan dengan baik. Selain bersabar, manusia juga harus selalu berusaha
dalam menjalankan segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada
Allah (tawaqal) karena umat manusia hanya bisa berencana tetapi Allah
yang menentukan, serta selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah
dan berani dalam menghadapi resiko dari seemua perbuatan yang telah ditentukan.
Hubungan manusia dengan manusia
Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar
mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangasaan dll. Semua konsep
tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan manusia dengan manusia
(hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan, manusia
diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup
berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka saling
membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut sebagai makhluk
social. Maka tak ada tempatnya diantara mereka salingmembanggakan dan
menyombongkan diri., sebab kelebihan suatu kaum tidak terletak
pada kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari jenis kelaminnya
karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya dimata allah,
yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang paling bertaqwa
adalah orang yang paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi
hubungan sesama manusia. Hubungan antara manusia ini dapat dibina dan
dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidupnya yang
selaras dengan nilai dan norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin
dalam bentuk kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan
keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang
yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerja sama
dalam segala bentuk kebaikan dan kebijakan.
Surat Al-baqarah ayat 177:
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatukebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan
itu ialah beriman kepada allah, hari
kemudian, malaikat, kitab, nabi, danmemberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, oaring
miskin, musafir(yangmemerlukan pertolongan), dan orang-orangyang meminta-minta,
dan (merdekakanlah)hamba
sahaya, mendirikan shalat danmenunaikan zakat. Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji dan orang yang bersabar dalam
kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang
yang bertaqwa. (Al- baqarah 2:177).
Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa
ialah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat dan
kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar keyakinan yang dimiliki orang
yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allan
menggambarkan hubungankemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang
menepati janji. Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan jelas
dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa terhadap sesama
manusia dijelaskan secara terurai, yaitu
siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga mengeluarkan harta
diposisikan antar aspek keimanan dan shalat
Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup
Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan
seseorang dengan lingkungan hidupnya. Manusia yang bertakwa
adalah manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam,
sebagai subjek yang bertanggung jawab menggelola dan memelihara lingkungannya.
Sebagaipenggelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidupnya didunia
tanpa harus merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan segala petensi
yang ada didalamnya telah diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan
menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber daya ini
mengharuskan manusia untuk bekerja keras menggunakan tenaga dan
pikirannya sehingga dapat menghasilkan barang yang bermanfaat bagi
manusia. Disamping itu, manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara
lingkungan alam. Menjaga lingkunan adalah memberikan perhatian dan kepedulian
kepada lingkungan hidup dengan saling memberikan manfaat.
Manusia memanfaatkan lingkungan untuk kesejahteraan hidupnya tanpa
harus merusak dan merugikan lingkungan itu sendiri.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu
menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya. Ia dapat mengelola
lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga memeliharanya agar tidak
habis atau musnah. Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukan
bahwa manusia jauh dariketaqwaan. Mereka mengeksploitasi alam tanpa
mempedulikan apa yang akan terjadi pada lingkungan itu sendiri dimasa
depan sehingga mala petaka membayangi kehidupan manusia. Contoh dari mala
petaka itu adalah hutan yang dibabat habis oleh manusia mengakibatkan
bencana banjir dan erositanah sehingga terjadi longsor yang dapat merugikan
manusia.
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam
adalah nikmat Allah yang harus disyukuri dengan cara memenfaatkan dan
memelihara lingkungan tersebut dengan sebaik-baiknya. Disamping itu
alam ini juga adalah amanat yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik.
Mensyukuri nikmat Allahdengan cara ini akan menambah kualitas nikmat yang
diberikan oleh Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang tidak
bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi azab yang sangat
menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini adalah
bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa batas karena kerusakan
manusia.
2.3 Implementasi Akhlak dan Taqwa dalam Kehidupan
Ø Melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda.
Ø Menanamkan semangat berani menghadapi maut.
Ø Menanamkan sikap self help dalam kehidupan.
Ø Memberikan ketenangan jiwa.
Ø Memberikan kehidupan yang baik.
Ø Melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen.
Ø Memberikan keberuntungan.
Ø Mencegah penyakit.
2.4 Ciri-ciri Orang Bertaqwa
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-yat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (QS.7:96)
Ciri-
ciri Orang Taqwa Menurut Al-qur'an
Surat al baqarah 2 - 5 :Al Kitab ini (Al Quran)
adalah petunjuk buat orang yang bertaqwa, dengan ciri sebagai berikut:
Ø
Beriman
pada yang ghaib
Ø
Mendirikan
salat
Ø
Menafkahkan
sebagaian rezeki yang ALlah kurniakan kepadanya
Ø
Beriman
kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelum mu.
Ø
Yakin
kepada hari akhirat
Setiap manusia tak kira agama
apapun memungkinkan untuk menjadi insan yang taqwa, Mendirikan salat misalnya,
Dalam bahasa melayu "salat" disebutnya juga sembahyang.Setiap agama
mengajarkan sembahyang, Hanya cara, metoda, waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Surat
Al baqarah 177, Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa dengan ciri-ciri sbb :
Ø
Beriman
kepada Allah(Tuhan YME),hari akhirat,malaikat-malaikat,kitab-kitab,nabi-nabi
Ø
Memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabat,anak-anak yatim,orang-orang
miskin,musafir (orang dalam perjalanan),orang yang meminta-minta.
Ø
Membebaskan
perbudakan
Ø
Mendirikan
salat
Ø
Menunaikan
zakat
Ø
Memenuhi
janji bila berjanji
Ø
Bersabar
dalam dalam kesengsaraan,penderitaan dan dalam waktu peperangan.
Surat
Aali 'Imraan 133 - 135, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan
mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang bertaqwa, yaitu :
Ø
Orang-orang
yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit
Ø
Orang-orang
yang menahan amarahnya
Ø
Orang-orang
yang memaafkan kesalahan orang lain
Ø
Dan
(juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya,
mereka ingat kepada ALlah dan memohon ampun atas dosa-dosanya.
Ø
Dan
Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu.
2.5 Taqwa dan Tanggung Jawab Sosial
Takwa pada dasarnya memiliki karakteristik yang semuanya berkaitan dengan
etika social dan tanggung jawab sosial. Sebagaimana firman ALLah SWT.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan”. (QS. Al-imran
: 133-134)
Dari ayat tersebut Allah SWT menjelaskan bahwa yang dimaksut dengan
muttaqin ( orang bertakwa ) adalah mereka yang membelanjakan sebagian hartanya
dalam kondisi lapang dan sempit, yang mampu menahan gejolak amarahnya, dan
memaafkan kesalahan orang lain.
Sabda Rasullullah SAW dalam hadisnya yang lain yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik yang berbunyi :
“ Aku sedang shalat dan aku ingin
memanjangkannya, tetapi aku dengar tangisan bayi. Aku pendekkan shalatku, karena
aku maklum akan kecemasan ibunya karena tangisan itu”.
Dari hadis ini Rasullullah SAW menjelaskan bahwa jika dalam urusan ibadah
bersamaan dengan urusan social yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau
ditangguhkan namun bukan ditinggalkan.
Takwa dan Tanggung jawab
social
Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiyahu’anhu, ia
berkata, Rasulullah saw. Berpesan kepada ku : “bertakwalah kepada Allah dimana
pun engkau berada. Dam ikutilah kejahatan itu dengan kebaikan , niscaya ia akan
menghapusnya. Dan bergaullah terhadap sesama manusia dengan akhak yang baik.”
(HR. Tirmidzi).
Hadist yang telah tersebut bersumber dari riwayat dari riwayat imam
Tirmidzi, Abu Dzar seorang sahabat nabi saw. Nama lengkap Abu Dzar adalah
Jundub ibn Junadah ibn Qais ibn Amru al- Ghiffari. Beliua berasal dari
ghiffari, sebuah perkampungan antara Mekkah dan Madinah. Dan sebelum masuk
islam beliau adalah seorang pemimpin perampokan di Ghiffrah, namun beliu
beserta kelompoknya hanya merampok orang-orangy yang kaya yang kemudian dibagikan
pada orang-orang yang membutuhkan.
Abu Dzar masuk islam berawal dari saudaranya
yang bernam Anis al Ghiffrah yang bertemu dengan seorang nabi (nabi muhammad)
yang menyebarkan agama sama seperti yang diperjuangkannya, yaitu mewajibkan
orang-orang kaya untuk mengeluarkan sebagian hartanya kepada orang-orang yang
kurang mampu serta mengecam bagi orang-orang yang tidak peduli pada orang yang
membutuhkan. Sehingga beliau menemui Rasulullah untuk mengucapkan dua kalimat
shahadat.
Dari hadist yang tersebut yang meriwayatkan
adalah imam tirmidzi. Nama lengkap beliau adalah abu Isa Muhammad ibn Isa ibn
Saurah ibn Musa ibn ad- Dhahhak as- Sulami at- Tirmidzi. Beliau lahir di kota
Tirmidz yaitu kota kuno yang terletak dipinggiran sugai Jihun bagian utara iran
209 H (24 M).
Beliau di akui oleh para ulama’ ahli dalam
bidang hadist yang mengetahui seluk-beluk kelemahan dan kelebihan dari
periwayat-periwayatnya. Beliau juga di kenal sebagai ahli fiqh yang memiliki
wawasan luas dan mendalam. Setelah berjalan lama dalam mengarungi lautan ilmu,
beliau mendapat musibah dengan menyandang hidup sebagai tuna netra selama
beberapa tahun. Dan dalam keadan seperti ini pulalah akhirnya beliau berpulang
kerahmatullah pada malam senin, 13 Rajab 297 H (892 M) dalam usia 70 tahun.
Hadist yang telah diriwayat oleh Tirmidzi
diatas memiliki satu teks matan hadist yang susunan redaksinya berbeda, namun
maksudnya sama saja yaitu diriwayatkan oleh Ahmad.
“bertakwalah kepada Allah dimana pun engkau berada dan bergaulah
terhadap sesama manusia dengan akhlak yang baik. Dan bila enkau telah berbuat
kejahatan, maka berbuatlah kebaikan, niscaya Ia akan menghapusnya. “(HR. Ahmad).
Yang melatarbelakangi lahirnya hadist
tersebut adalah ketika Abu Dzar menyatakan keislamannya di Mekkah. Kemudian
rasul bersabda kepada beliau sebagaimana hadist yang telah tersebut. Hadist
tersebut ditemukan 6 kali dalam kitab-kitab, yaitu dalam kitab Sunan
at-Tirmidzi dan Sunan Ad-Dahlawi yang masing-masing sekali dan 4 kali dalam
musnad Ahmad. Pembahasan hadist ini diperintahkan untuk bertaqwa kepada Allah
dalam konteks yang justru sebagian besar dalan social kemanusiaan.
Dengan demikian, takwa memiliki dua sisi
yaitu duniawi dan ukrawi. Takwa dalam sisi duniawi yaitu menyesuaikan diri
dengan hukum-hukum alam dan taqwa pada sisi ukhrawi adalah memperhatikan dan
menjalankan hukum syari’at.
Kesimpulan
hadist ini menjelaskan tentang taqwa dan akhlaq yang berkaitan dengan
tanggung jawab social . yaitu kehidupan yang bermasyarakat sehingga dalam hidup
harus saling memperhatikan satu dengan yang lain lebih-lebih terhadap orang
yang membutuhkan. Sebagaimana konteks taqwa yang memiliki dua sisi yaitu
duniawi dan ukrawi.
BAB lll
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Takwa dapat dimaknai sebagai suatu upaya
memelihara diri dari segala macam bahaya yang bisa mengancam dan merusak
ketenangan hidup baik didunia maupun di akherat kelak. Takwa dapat
diaplikasikan dengan cara berbuat kebaikan dalam kehidupan social kemanusiaan
dengan memperhatikan dan mengedepankan moralitas, ketaqwaan dapat di
wujudkan dalam pergaulan, etika dan interaksi social dengan memperhatikan nasib
orang-orang miskin dan orang-orang lemah lainnya
Dengan demikian ketakwaan seseorang tidak dapat
diukur hanya dengan melihat keshalehannya dalam beribadah saja namun juga
dilihat dari keshalehan social kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berupa etika social dan tanggung jawab social kemanusiaan yanpa melupakan
tanggung jawab pribadi dan keluarga.
3.2
Saran
Sebagai
umat muslim dan hamba Allah SWT, ada baiknya kita bersungguh-sungguh dalam
melaksanakan perintah Allah swt dan meninggalkan segala perbuatan dosa dan
maksiat, baik yang kecil maupun yang besar. Mentaati dan mematuhi perintah
Allah adalah kewajiban setiap muslim. Dan juga, seorang muslim yang bertakwa itu
sebaiknya membersihkan dirinya dengan segala hal yang halal karena takut
terperosok kepada hal yang haram.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu dkk.1991.Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Alim,
Syahirul dkk. 1995. Islam untuk Disiplin Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi.
Jakarta: Departemen Agama RI.
Darajat.
Zakiah dkk.1986. Dasar- dasar Agama Islam.Jakarta:Departemen Agama RI.
Depatemen Agama RI.Al-Qur’an dan
Terjemahannya.Jakarta: Yaayasan Penyelengggara Penerjemah al-Qur’an.
Hariyanto,
A.1994.Pendidikan Agama Islam untuk SLTP.Surabaya:Bintang
Pustaka.
Mansoer,
Hamdan dkk.2004. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum.
Jakarta:Departemen Agama RI.
Palawi,
Kencana S; Guritno, Sri. 1997. Pergeseran Interpretasi terhadap Nilai-Nilai
Keagamaan di Kawasan Industri. Jakarta: CV. Bupara Nugraha.
Lasem , takwa bicara tentang ketaatan pada aturan yang bisa bersifat heteronom atau tergantung pada orang lain atau ria. Dan bisa bersifat otonom atau tidak menggantung pada siapapun juga kecuali Allah. atau ikhlas . Sedang akhlah bicara tentang ketaatan yg berjalan secara otomatis tanpa dipikirkan terlebih dahulu . Perbuatan itu bisa otomatis bila dilakukan secara istiqomah . Suatu perbuatan bisa istiqomah bila dilakukan dengan ikhlas .
ReplyDelete2. Takwa bicara tentang ketaatan aturan atau sikap mental yg dibentuk oleh pola pikir. Sedangkan akhlak bicara tentang rasa hormat pada aturan yang dibentuk oleh kehendak hati atau niat .
Artikelnya sangat bermanfaat sekali
ReplyDeleteSemoga penjelasan tentang taqwa nya menjadi amal sholeh buat penulis dan semua yang membantu menyebarkan.
ReplyDelete