ANALISIS PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu
waTa’ala, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya dapat
menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini saya mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“Analisis Perbandingan Kekuasaan Presiden Sebelum dan Sesudah Amandemen”, yang
menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajarinya.
Saya merima kritik dan saran jika adanya dijumpai
kekurangan–kekurangan di dalam makalah ini dan oleh karena kekurangan itu untuk
dapat terlengkapi melalui diskusi serta bimbingan dan arahan dari dosen.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah Subhanahu waTa’ala memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Langsa, 12 Mei 2016
“Penyusun”
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
............................................................................... i
DAFTAR ISI
.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................
1.1 Latar
Belakang ........................................................................................
1.2 Permasalahan...........................................................................................
1.3 Tujuan......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................
2.1 Kekuasaan Presiden Sebelum Perubahan UUD 1945............................
2.2 Kekuasaan Presiden Pasca
Amandemen.................................................
2.3 Kekuasaan Presiden Sesudah Amandemen UUD 1945.........................
BAB III PENUTUP ....................................................................................
3.1 Kesimpulan..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kekuasaan
seorang presiden dalam suatu negara modern selalu didasarkan pada konstitusi
yang berlaku di negara tersebut. Sejak kemerdekaan hingga sekarang, bangsa
Indonesia telah berganti-ganti konstitusi, mulai dari UUD 1945, konstitusi RIS
1949, UUD Sementara Tahun 1950, kembali ke UUD 1945 melalui dekrit presiden
tanggal 05 Juli 1959 sampai perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali sejak tahun
1999-2002.
Keberlakuan
beberapa konstitusi tersebut dipastikan berpengaruh terhadap kekuasaan Presiden
Republik Indonesia. Secara garis besar, pada awal kemerdekaan berdasarkan
ketentuan Pasal IV aturan peralihan UUD 1945 kekuasaan presiden sangat besar
karena memegang kekuasaan pemerintahan dalam arti luas, dan hanya dibantu oleh
sebuah Komite Nasional. Namun dalam praktiknya kekuasaan seperti itu hanya
bertahan selama dua bulan karena kemudian diterapkan sistem pemerintahan
parlementer. Sehingga presiden hanya sebagai kepala negara atau simbol saja,
sementara kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.
Kondisi
seperti itu terus berlanjut pada masa konstitusi RIS tahun 1949 dan UUD
Sementara Tahun 1950 karena dalam kedua konstitusi tersebut presiden hanya
sebagai kepala negara yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban dalam
pemerintahan karena roda pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.
Kekuasaan
presiden kembali menjadi kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan
setelah dikeluarkannya dekrit Presiden tanggal 05 Juli 1959 yang intinya
kembali diberlakukannya UUD 1945. Sejak saat itu sampai tahun 1999, bangsa
Indonesia menjalankan kehidupannya berlandaskan pada konstitusi tersebut,
sebelum akhirnya dilakukan perubahan pada tahun 1999-2002 sebanyak empat kali.
Undang-Undang
Dasar 1945 sebelum perubahan memberi kekuasaan yang sangat besar kepada
Presiden RI untuk menyelenggarakan roda kenegaraan. Oleh karena para ahli hukum
tata negara, kekuasaan tersebut dibagi dalam beberapa jenis kekuasaan. Ismail
Suny membagi kekuasaan Presiden RI berdasarkan UUD 1945 menjadi; kekuasaan
administratif; kekuasaan legislatif; kekuasaan yudikatif; kekuasaan militer;
kekuasaan diplomatik; dan kekuasaan darurat. Sedangkan H. M. Ridhwan Indra dan
Satya Arinanto membaginya ke dalam; kekuasaan dalam bidang eksekutif, kekuasaan
dalam bidang legislatif, kekuasaan sebagai kepala negara, dan kekuasaan dalam
bidang yudikatif. Kekuasaan Presiden yang luas tersebut tercakup dalam
fungsinya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan sekaligus mandataris MPR.
Kekuasaan
yang begitu besar tersebut dinilai oleh banyak kalangan sebagai penyebab,
ternyata pemerintahan yang otoriter, dan korup. Atas desakan dari berbagai
pihak akhirnya pada tahun 1999 sampai tahun 2004 MPR melakukan perubahan
terhadap UUD 1945. Hasil dari perubahan tersebut, salah satunya adalah
mereduksi kekuasaan presiden. Perihal yang sangat mendasar dari perubahan
tersebut terhadap kekuasaan presiden adalah dengan tidak berlakunya penjelasan
UUD 1945. Konsekuensinya, Presiden bukan lagi mandataris MPR. Selain itu,
ketentuan mengenai presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
juga ditiadakan.
Atas
dasar itu, maka banyak pihak yang menilai bahwa kekuasaan presiden sekarang
jauh lebih kecil dibanding dengan kekuasaan presiden sebelum perubahan. Untuk
mengetahui hal tersebut, maka akan disajikan kekuasaan presiden sebelum
perubahan UUD 1945 mulai dari UUD 1945 pada awal kemerdekaan, Konstitusi RIS,
UUD Sementara, dan kembali ke UUD 1945.
1.2
Permasalahan
1. Bagaimanakah kekuasaan Presiden RI sebelum
perubahan UUD 1945 ?
2. Bagaimanakah kekuasaan Presiden RI sesudah
perubahan UUD 1945 ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kekuasaan Presiden RI sebelum
perubahan UUD 1945.
2. Mengetahui kekuasaan Presiden RI sesudah
perubahan UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kekuasaan Presiden sebelum Perubahan UUD 1945
Sebelum
perubahan UUD 1945 pada tahun 1999-2002, Republik Indonesia pernah
berganti-ganti konstitsi mulai dari UUD 1945, UUD RIS 1949, UUD Sementara 1950,
dan kembali lagi ke UUD 1945 melalui dekrit Presiden pada tanggal 05 Juli 1959.
Perubahan tersebut tentu berpengaruh terhadap lembaga kepresidenan maupun
kekuasaan Presiden. Berikut akan dijelaskan mengenai kekuasaan Presiden pada
masing-masing konstitusi tersebut.
Undang-Undang
Dasar 1945 menempatkan kedudukan Presiden pada posisi yang sangat penting dalam
struktur ketatanegaraan Indonesia. Itu terlihat dengan dimilikinya du fungsi
penting oleh presiden, yaitu fungsi sebagai kepala negara dan fungsi sebagai
kepala pemerintahan. Untuk itu, kekuasaan yang dimiliki oleh presiden menembus
pada area kekuasaan-kekuasaan yang lain, seperti kekuasaan legislatif dan
kekuasaan yudisial. Kekuasaan tersebut akan dijelaskan satu per satu di bawah
ini.
- Kekuasaan di Bidang
Penyelenggaraan Pemerintahan
Pasal
4 ayat (1) jelas mengatakan: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Menurut Wirjono Prodjodikoro,
ketentuan pasal tersebut mempunyai makna bahwa Presiden RI adalah satu-satunya
orang yang memimpin seluruh pemerintahan.
Kata-kata
“menurut Undang-Undang Dasar” berarti wewenang diatur di dalam UUD sehingga
pembatasan wewenang tersebut terletak sesuai apa yang tertulis di dalam UUD
tersebut. Meskipun begitu, karena Indonesia adalah negara hukum, maka presiden
juga harus tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.
- Kekuasaan di Bidang Legislatif
UUD
1945 memberikan kekuasaan legislatif kepada presiden lebih besar daripada DPR.
Selain mempunyai kekuasaan membentuk Undang-Undang bersama DPR, dalam kondisi
kegentingan yang memaksa presiden juga mempunyai kekuasaan membentuk peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Perpu), serta berhak menetapkan
peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang.
Kekuasaan
presiden juga terlihat sangat besar dalam hal menentukan anggaran dan
pendapatan negara. Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 mengatakan: “anggaran pendapatan
dan belanja ditetapkan dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat
tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah
menjalankan anggaran tahun yang lalu.”
- Kekuasaan di Bidang Yudisial
Presiden,
menurut UUD 1945, juga mempunyai beberapa kekuasaan yudisial, yaitu: pertama,
kekuasaan memberi grasi kepada orang yang dihukum, baik berupa penghapusan
hukuman atau pengurangan hukuman. Kedua, presiden mempunyai kekuasaan untuk
menghentikan penuntutan terhadap orang atau segolongan orang yang telah
melakukan sesuatu tindakan pidana dengan memberikan abolisi. Ketiga, presiden
mempunyai kewenangan untuk memberikan amnesti. Keempat, presiden mempunyai
kekuasaan untuk melakukan rehabilitasi kepada seseorang yang haknya telah
hilang akibat putusan pengadilan.
- Kekuasaan di Bidang Militer
“Presiden
memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara.” Demikian bunyi pasal 10 UUD 1945 yang dalam praktiknya dipahami bahwa
presiden adalah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata. Selain itu, presiden,
dengan persetujuan DPR, mempunyai kekuasaan untuk menyatakan perang dan membuat
perdamaian dengan negara lain.
- Kekuasaan Hubungan Luar Negeri
Kekuasaan
mengenai hubungan luar negeri yang sering disebut sebagai kekuasaan diplomatik
berupa kekuasaan untuk membuat perjanjian dengan negara lain. UUD 1945 mengatur
ketentuan tersebut dalam Pasal 11 yang juga mengatur mengenai kekuasaan
menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan negara lain. Dalam hal membuat
perjanjian, pasal tersebut juga mewajibkan kepada presiden untuk meminta
persetujuan DPR.
- Kekuasaan Darurat
Kekuasaan
ini diatur di dalam Pasal 12 yang mengatakan: “Presiden menyatakan keadaan
bahaya. Syarat-syarat keadaan bahaya diterapkan dengan undang-undang.”
Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 1946 tentang
Keadaan Bahaya.
Dalam
sejarahnya, kekuasaan darurat ini pernah dilakukan oleh Presiden Soekarno,
yaitu: pertama, ketika Perdana Menteri Syahrir diculik. Keadaan Bahaya
tersebut diberlakukan mulai tanggal 29 Juni 1946 sampai 02 Oktober 1946. Kedua,
ketika suasana politik yang memanas akibat perundingan dengan Belanda menemui
jalan buntu. Ketika itu, keadaan bahaya diberlakukan mulai tanggal 27 Juni 1947
sampai 03 Juli 1947. Ketiga, ketika terjadi perebutan kekuasaan di
Madiun. Keadaan bahaya diberlakukan mulai tanggal 15 September 1948 sampai
tanggal 15 Desember 1948.
- Kekuasaan Mengangkat atau
Menetapkan Pejabat Tinggi Negara
Secara
eksplisit UUD 1945 hanya mencantumkan beberapa pejabat tinggi negara yang harus
diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Pejabat tinggi negara yang secara
eksplisit dikatakan oleh UUD 1945 diangkat dan diberhentikan oleh presiden
adalah; menteri-menteri, duta dan konsul. Namun, karena presiden mempunyai
kewenangan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR, dan mempunyai
kekuasaan untuk membentuk peraturan pemerintah, maka hampir semua pejabat
tinggi diangkat oleh presiden, seperti: hakim-hakim agung, jaksa agung, ketua
badan pemeriksa keuangan, dan lain-lain.
2.2 Kekuasaan Presiden Pasca Amandemen
Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Hasil
penelusuran literatur yang penulis lakukan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Selanjutnya dalam
Perubahan Pertama tentang kekuasaan pemerintahan negara oleh Presiden tersebut
telah diadakan perubahan yang sangat signifikan. Sebelumnya Presiden memegang
kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
diubah menjadi Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Pada perubahan pertama juga telah dilakukan
pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pemerintahan oleh Presiden. Sebelumnya
Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali. Perubahannya menjadi Presiden memegang jabatan selama lima
tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk
satu masa jabatan, hal tersebut didasarkan pada pemahaman mengenai maksud
bentuk pemerintahan republik.
Kekuasaan pemerintahan oleh presiden yang
lain adalah dalam hal mengangkat duta dan konsul juga diadakan perubahan dari
yang sebelumnya yaitu dalam hal mengangkat duta Presiden harus memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam menerima penempatan duta negara
lain Presiden juga harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam memberikan grasi dan rehabilitasi Presiden harus memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung. Sedangkan dalam pemberian amnesti dan abolisi
Presiden harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Sementara
dalam pemberian gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang
sebelumnya tidak diatur harus diatur dengan Undang-undang. Beberapa pasal yang
menimbulkan multi tafsir yang berhubungan dengan kekuasaan pemerintahan negara
oleh presiden tersebut telah diadakan perubahan sehingga hal yang sangat
mendasar dan selalu menjadi perhatian para pengkaji hukum tata negara, karena
UUD 1945 memberikan kekuasaan yang luar biasa kepada eksekutif (executive
heavy) dalam konteks ini Presiden menjadi pasti / jelas dan tidak menimbulkan
salah penafsiran.
Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Perubahan Kedua, Udang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Republik
Indonesia ke-9 tanggal 19 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Dalam
perubahan kedua ini hasil penelusuran kepustakaan oleh penulis yang berkaitan
dengan kekuasaan pemerintahan negara oleh Presiden tidak diadakan Perubahan
lagi.
Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Dalam perubahan ketiga, ini kekuasaan
pemerintahan negara oleh Presiden mengalami beberapa perubahan mulai
syarat-syarat menjadi Presiden sampai dengan pembuatan perjanjian
Internasional. Pada naskah asli UUD 1945 Presiden adalah orang Indonesia asli,
telah diadakan perubahan bahwa Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden harus
seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarga negaraan lain, baik karena kehendaknya sendiri maupun orang lain, tidak
pernah mengkhianati negara serta mampu secara jasmani dan rohani untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
Persyaratan untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut
dengan Undang-undang. Kekuasaan pemerintahan oleh Presiden dalam perubahan
ketiga UUD 1945 dalam hal membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan mengadakan perubahan dan
atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR. Ditegaskan dalam
pasal 11 ayat (2) UUD 1945.
Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Dalam Naskah perubahan
Ke-empat, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dinyatakan hal-hal yang
berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan
pertama, kedua, ketiga dan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden bulan Juli 1959 oleh Dewan
Perwakilan Rakyat;
b. Penambahan bagian akhir pada perubahan
kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat,
”Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000. Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan”.
c. Pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan
ayat (4) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
menjadi pasal 3 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 25 Perubahan Kedua Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25.
d. Penghapusan Dewan Pertimbangan Agung dan
pengubahan subtansi Pasal 16 penempatannya tentang Kekuasaan Pemerintahan
Negara. Dari keseluruhan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 dapat diuraikan dalam narasi bahwa Sebelum perubahan
dilakukan Undang-Undang Dasar 1945 berjumlah, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal aturan
Peralihan, 2 ayat Aturan Tambahan.
Setelah dilakukan perubahan kesatu sampai dengan keempat, maka Undang-undang Dasar 1945 berjumlah, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, 2 Pasal dan Aturan Tambahan.
Setelah dilakukan perubahan kesatu sampai dengan keempat, maka Undang-undang Dasar 1945 berjumlah, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, 2 Pasal dan Aturan Tambahan.
Dengan latar belakang dan kesepakatan dasar bahwa perubahan
undang-undang dasar tidak mengubah Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, tetap
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempertegas sistem
presidensiil, penjelasan yang memuat hal-hal normatif dimasukkan dalam
pasal-pasal (batang tubuh) dan perubahan dilakukan dengan cara adendum. Dapat
dicermati bahwa dari uraian yang penulis kemukanan diatas, hal yang paling
membedakan antar Undang-undang Dasar 1945 sebelum amandemen dan Undang-undang Dasar
1945 sesudah amandemen adalah tanpa adanya penjelasan. Walaupun ada perbedaan
yang sangat mendasar menurut hemat penulis Undang-undang Dasar 1945 yang
merupakan sumber hukum tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan di
Indonesia dapat dilaksanakan dengan baik atau tidaknya terletak pada semangat
para pemimpin dan para penyelenggara negara serta seluruh komponen masyarakat
bangsa Indonesia dalam penyelanggaraan pemerintahan dan hidupnya Negara.
2.3 Kekuasaan Presiden sesudah Perubahan
UUD 1945
Tentang implementasi kekuasaan pemerintahan
negara oleh Presiden sesudah perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tetap
sebagaimana diatur dalam pasal 4 artinya Presiden adalah pemegang kekuasan
pemerintah menurut Undang-undang Dasar dan pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar
1945 Presiden adalah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara.
Untuk menjalankan Undang-undang ia
mempunyai kekuasaan untuk menetapkan peraturan pemerintah (pouvoir
reglementer). Selanjutnya kekuasaan pemerintahan negara oleh Presiden sebagai
Kepala Negara sesudah perubahan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain dalam
menerima penempatan duta dari negara lain dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat, dalam memberi grasi dan rehabilitasi memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung, dalam hal memberi amnesti dan abolisi
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat serta dalam memberi gelar,
tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan diatur dengan Undang-undang dan
membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan
kepada presiden.
Memang dalam
Undang-undang Dasar 1945 sebelum maupun sesudah perubahan menurut hemat penulis
tidak diamanatkan secara tegas bahwa Lembaga Kepresidenan dalam menjalankan
kekuasaan pemerintahan negara akan diatur dengan Undang-undang seperti Lembaga
negara yang lain misalnya Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Konstitusi,
Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan
lain-lain yang diatur dengan Undang-Undang dibawahnya (Undang-Undang organik)
karena negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam menjalankan kekuasaan
pemerintahan negara sesudah perubahan Undang-undang Dasar 1945 Presiden hanya
berhak untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
dan tidak lagi memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
Kalau kita melihat perkembangan
implementasi pelaksanaan kekuasaan Legislatif oleh Dewan Perwakilan Rakyat
selaku pemegang kekuasaan membentuk Undang-undang dewasa ini telah terjadi hal
yang sebaliknya sebelum Undang-undang Dasar 1945 dilakukan perubahan yang
pertama. Pada waktu itu dominasi kekuasaan terletak di eksekutif (dominasi
lembaga kepresidenan) walaupun tidak diatur dengan Undang-undang organik
dibawahnya. Tetapi sekarang ini dominasi kekuasaan terletak di tangan
Legislatif dan menurut hemat penulis proses tersebut sebenarnya memang belum
sepadan apabila dibandingkan dengan lamanya pemerintahan rezim Orde baru yang
telah menjalankan kekuasaan lebih kurang selama tiga puluh dua tahun. Dominasi
Legislatif ini setelah reformasi digulirkan sampai saat ini menunjukkan
tanda-tanda kecenderungan penyimpangan kekuasaan oleh lembaga perwakilan dan
bertendensi lemahnya lembaga eksekutif. Karena lembaga kepresidenan dalam
menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tidak diatur dengan Undang-undang
organik dibawahnya dan Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara
tidak lagi memegang kekuasaan membentuk Undang-undang, sehingga Presiden tidak
mempunyai hak veto dalam rangka menciptakan mekanisme cek and balance, karena
Presiden hanya berhak mengajukan Rancangan Undang-undang kepada DPR. Dengan
demikian setelah perubahan UUD 1945 ini otomatis kekuasaan Presiden
bersama-sama dengan DPR sebagai Legislatif Power dalam negara tidak berlaku
lagi.
Sebagai kepala negara sesudah perubahan UUD
1945 Presiden harus dan wajib memperhatikan pertimbangan dari dua lembaga
ketatanegaran yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam hal mengangkat Duta
dan Konsul, penempatan duta negara lain, pemberian amnesti dan abolisi serta wajib
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dalam hal memberikan grasi dan
rehabilitasi. Kedua pertimbangan tersebut sebelumnya tidak diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu menunjukkan adanya pembatasan kekuasaan
Presiden sebagai Kepala Negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekuasaan
seorang presiden dalam suatu negara modern selalu didasarkan pada konstitusi
yang berlaku di negara tersebut. Sejak kemerdekaan hingga sekarang, bangsa
Indonesia telah berganti-ganti konstitusi, mulai dari UUD 1945, konstitusi RIS
1949, UUD Sementara Tahun 1950, kembali ke UUD 1945 melalui dekrit presiden
tanggal 05 Juli 1959 sampai perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali sejak tahun
1999-2002.
Kekuasaan
(authority) adalah merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman
yakni, pemehaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan yang lainnya
adalah terkait dengan pemahaman tentang orang yang dikuasai atau tunduk pada
kekuasaan. Pemahaman sentral yang berkenaan dengan hal itu yakni berkisar pada sumber
kekuasaan sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan
seseorang untuk tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah pembatasan.
Sebelum
perubahan UUD 1945 pada tahun 1999-2002, Republik Indonesia pernah
berganti-ganti konstitsi mulai dari UUD 1945, UUD RIS 1949, UUD Sementara 1950,
dan kembali lagi ke UUD 1945 melalui dekrit Presiden pada tanggal 05 Juli 1959.
Perubahan tersebut tentu berpengaruh terhadap lembaga kepresidenan maupun
kekuasaan Presiden.
Undang-Undang
Dasar 1945 sebelum perubahan memberi kekuasaan yang sangat besar kepada
Presiden RI untuk menyelenggarakan roda kenegaraan. Oleh karena para ahli hukum
tata negara, kekuasaan tersebut dibagi dalam beberapa jenis kekuasaan.
Kekuasaan Presiden RI berdasarkan UUD 1945 dibagi menjadi; kekuasaan
administratif; kekuasaan legislatif; kekuasaan yudikatif; kekuasaan militer;
kekuasaan diplomatik; dan kekuasaan darurat.
Kekuasaan
yang begitu besar tersebut dinilai oleh banyak kalangan sebagai penyebab,
ternyata pemerintahan yang otoriter, dan korup. Atas desakan dari berbagai
pihak akhirnya pada tahun 1999 sampai tahun 2004 MPR melakukan perubahan
terhadap UUD 1945. Hasil dari perubahan tersebut, salah satunya adalah
mereduksi kekuasaan presiden. Perihal yang sangat mendasar dari perubahan
tersebut terhadap kekuasaan presiden adalah dengan tidak berlakunya penjelasan
UUD 1945. Konsekuensinya, Presiden bukan lagi mandataris MPR.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Mahfud,
MD., Moh. 2001. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
·
Sitepu,
P. Anthonius. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
·
Ghoffar,
Abdul. 2009. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia setelah Perubahan UUD
1945 dengan Delapan Negara Maju. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Chiang Kai-Chin | TITNIA, China - titanium-arts.com
ReplyDeleteChiang Kai-Chin ion titanium hair color is the world's tallest, tenacious, t fal titanium tenacious, and gigantic china with ford titanium tenacity, with tenacity titanium anodizing and endurance, babyliss pro titanium and with tenacity. Chiang Kai-Chin is