UPACARA PERKAWINAN ADAT DI ACEH
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan mengucapkan
rasa syukur segala puji bagi Allah SWT penguasa alam dan seisinya yang telah
memberikan hidayahnya kepada penulis sehingga makalah dengan judul “Upacara
Perkawinan Adat Di Aceh” ini dapat penulis selesaikan dengan baik
dan tepat pada waktunya, dan tidak lupa selawat dan salam semoga tercurahkan
atas utusan Allah sebagai Rahmat bagi alam semesta.
Ucapan terimakasih tak lupa pula
penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu/membimbing penulis dalam
penyusunan Makalah ini, kepada Dosen Pembimbing, rekan-rekan seperjuangan serta
kedua orang tua penulis.
Penulis menyadari di dalam
penulisan-penulisan makalah ini terdapat kekurangan, oleh karena itu kami
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, demi
kesempurnaan makalah ini, mudah-mudahan makalah bermanfaat untuk kita semua.
Amin ya rabbal ‘alamin.
Langsa, 23 Mei 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................ i
DAFTAR ISI
..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................
1.1
Latar Belakang ..............................................................................
1.2
Permasalahan.................................................................................
1.3
Tujuan...........................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
.................................................................
2.1 Aceh.............................................................................................
2.2 Upacara Perkawinan Adat Di Aceh................................................
BAB
III PENUTUP
............................................................................
3.1 Kesimpulan......................................................................................
3.2
Saran..............................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG MASALAH
Berbicara
tentang Budaya Aceh memang tak habis-habisnya dan tak akan pernah selesai
sampai kapanpun. Topik yang satu ini memang menarik untuk dibicarakan terutama
karena budaya itu sendiri sesungguhnya merupakan segala hal yang berhubungan
dengan hidup dan kehidupan manusia. Jadi,selama manusia itu ada selama itu pula
persoalan budaya akan terus dibicarakan.
Demikian
pula halnya budaya Aceh, budaya yang terdapat didaerah yang pernah dilanda
konflik dan Tsunami 26 Desember 2004 lalu. Dua peristiwa besar yang
melanda Nanggroe Aceh Darusalam telah mencatat banyak sejarah.
Manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dan sebagai wakil Tuhan di bumi yang menerima
amanat-Nya untuk mengelola kekayaan alam. Sebagai hamba Tuhan yang mempunyai
kewajiban untuk beribadah dan menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan tulus. Suku
Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang
Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit
perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan
Minangkabau.
1.2.RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimana sesungguhnya Budaya Aceh ?
B. Bagaimana upacara perkawinan adat di Aceh ?
1.3.TUJUAN
A. Agar
mengetahui sesungguhnya Budaya Aceh.
B. Agar
mengetahui upacara perkawinan adat di Aceh.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.ACEH
Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Di Provinsi Aceh terdapat empat suku utama yaitu: Suku Aceh, Suku Gayo, Suku Alas dan Tamiang.
Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh.
Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit
perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan
Minangkabau. Hal ini mungkin karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas
diwilayah itu ketika berada di bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan
mereka berasimilasi dengan penduduk disana.
Suku
Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di kawasan
Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga bersifat patriakhat dan
pemeluk agama Islam yang kuat.
Setiap
suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian,
arian, musik dan adat istiadat. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain
semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya,
banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk
obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Hal ini
karena menurut ajaran Islam tidak dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau
binatang sebagai ragam hias. Aceh sangat lama terlibat perang dan memberikan
dampak amat buruk bagi keberadaan kebudayaannya. Banyak bagian kebudayaan yang
telah dilupakan dan benda-benda kerajinan yang bermutu tinggi jadi berkurang
atau hilang.
2.2.UPACARA
PERKAWINAN ADAT ACEH
1.TAHAPAN
MELAMAR (BA RANUB)
Untuk
mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak
keluarga akan mengirim seorang yang bijak dalam berbicara (disebut theulangke)
untuk mengurusi perjodohan ini. Jika theulangke telah mendapatkan gadis yang
dimaksud maka terlabih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum
ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu. Pada hari
yang telah di sepakati datanglah rombongan orang2 yang dituakan dari pihak pria
ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut
isinya seperti gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang raja, kain atau baju
serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai, pihak pria akan
mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk
bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.
2.TAHAPAN PERTUNANGAN (JAKBA TANDA)
Bila
lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan
peukeong haba yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan,
termasuk menetapkan berapa besar uang mahar (disebut jeunamee) yang diminta dan
beberapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus
diadakan upacara pertunangan (disebut jakba tanda). Acara ini pihak pria akan
mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng dengan
tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang
disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus
ditengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas
tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita
maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat.
3.PERSIAPAN MENJELANG PERKAWINAN
Seminggu
menjelang akad nikah, masyarakat aceh secara bergotong royong akan mempersiapkan
acara pesta perkawinan. Mereka memulainya dengan membuat tenda serta membawa
berbagai perlengkapan atau peralatan yang nantinya dipakai pada saat upacara
perkawinan. Adapun calon pengantin wanita sebelumnya akan menjalani ritual
perawatan tubuh dan wajah serta melakukan tradisi pingitan. Selam masa
persiapan ini pula, sang gadis akan dibimbing mengenai cara hidup berumah
tangga serta diingatkan agar tekun mengaji.
4.UPACARA AKAD NIKAH DAN ANTAR LINTO
Pada
hari H yang telah ditentukan, akan dilakukan secara antar linto (mengantar
pengantin pria). Namun sebelum berangkat kerumah keluarga CBD, calon pengantin
pria yang disebut Calon Linto Baro (CLB) menyempatkan diri untuk terlebih
dahulu meminta ijin dan memohon doa restu pada orang tuanya. Setelah itu CLB
disertai rombongan pergi untuk melaksanakan akad nikah sambil membawa mas kawin
yang diminta dan seperangkat alat solat serta bingkisan yang diperuntukan bagi
CDB.
Sementara itu sambil menunggu rombongan CLB tiba hingga acara ijab Kabul selesai dilakukan, CLB hanya diperbolehkan menunggu di kamarnya. Selain itu juga hanya orangtua serta kerabat dekat saja yang akan menerima rombongan CLB. Saat akad nikah berlangsung, ibu dari pengantin pria tidak diperkenankan hadir tetapi dengan berubahnya waktu kebiasaan ini dihilangkan sehingga ibu pengantin pria bisa hadir saat ijab kabul. Keberadaan sang ibu juga diharapkan saat menghadiri acara jamuan besan yang akan diadakan oleh pihak keluarga wanita.
Sementara itu sambil menunggu rombongan CLB tiba hingga acara ijab Kabul selesai dilakukan, CLB hanya diperbolehkan menunggu di kamarnya. Selain itu juga hanya orangtua serta kerabat dekat saja yang akan menerima rombongan CLB. Saat akad nikah berlangsung, ibu dari pengantin pria tidak diperkenankan hadir tetapi dengan berubahnya waktu kebiasaan ini dihilangkan sehingga ibu pengantin pria bisa hadir saat ijab kabul. Keberadaan sang ibu juga diharapkan saat menghadiri acara jamuan besan yang akan diadakan oleh pihak keluarga wanita.
Setelah
ijab kabul selesai dilaksanakan, keluarga CLB akan menyerahkan Jeunamee yaitu
mas kawin berupa sekapur sirih, seperangkat kain adat dan paun yakni uang emas
kuno seberat 100 gram. Setelah itu dilakukan acara menjamu besan dan Seleunbu
Linto/Dara Baro yakni acara Suap-suapan di antara kedua pengantin. Makna dari
acara ini adalah agar keduanya dapat seiring sejalan ketika menjalani biduk
rumah tangga.
5.UPACARA PEUSIJEUK (TAMPUNG TAWAR)
Yaitu
dengan melakukan upacara tepung tawar, memberi dan menerima restu dengan cara
memerciki pengantin dengan air yang keluar dari daun seunikeuk, akar naleung
sambo, maneekmano, onseukee pulut, ongaca dan lain sebagainya minimal harus ada
tiga yang pakai. Acara ini dilakukan oleh beberapa orang yang dituakan (sesepuh)
sekurangnya lima orang.
Tetapi
saat ini bagi masyarakat Aceh kebanyakan ada anggapan bahwa acara ini tidak
perlu dilakukan lagi karena dikhawatirkan dicap meniru kebudayaan Hindu. Tetapi
dikalangan Ureung Chik (orang yang sudah tua dan sepuh) budaya seperti ini
merupakan tata cara adat yang mutlak dilaksanakan dalam upacara perkawinan.
Namun kesemuanya tentu akan berpulang lagi kepada pihak keluarga selaku pihak
penyelenggara, apakah tradisi seperti ini masih perlu dilestarikan atau tidak
kepada generasi seterusnya.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Kesehatan ibu hamil harus terus di perhatikan. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan keluarga terhadap kebutuhan ibu dari saat hamil sampai melahirkan, baik dari segi makanan, ramuan, obat–obatan, thet batee (bakar batu), salee (diasapi), dan lain-lain.
Fenomena
syariat Islam di Aceh hari ini cendrung mengarah kepada pendistorsian syariat
itu sendiri. Di satu sisi budaya masyarakat Aceh adalah budaya yang sangat
mendukung pelaksanaan syariat Islam, tapi pada prosesnya mengalami hambatan di
tingkatan atas, yaitu elite-elite politik yang cenderung menjadikan syariat
Islam itu sebagai komoditas politik yang berorientasi pada kekuasaan.
Indikasinya ditandai dengan lambannya proses pembuatan kanun-kanun (UU).
3.2.SARAN
Maka dari itu kita harus memahami faham tentang adapt dan budaya kita. Kita juga harus memahami seberapa penting adat, budaya bagi kehidupan masyarakat, guna tercapai hidup yang lebih baik, sebagaimana orang-orang sebelum kita kita menjaga adapt budaya, maka dari itu marilah sama-sana kita menjaganya.
Maka dari itu kita harus memahami faham tentang adapt dan budaya kita. Kita juga harus memahami seberapa penting adat, budaya bagi kehidupan masyarakat, guna tercapai hidup yang lebih baik, sebagaimana orang-orang sebelum kita kita menjaga adapt budaya, maka dari itu marilah sama-sana kita menjaganya.
Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat untuk kita, agar kita lebih memahami dan mengerti
permasalahan Adat dan Kebudayaan Aceh.
Comments
Post a Comment