WORLD TRADE ORGANIZATION
A. SEJARAH DAN LATAR BELAKANG
PENDIRIAN WTO
Gagasan untuk mendirikan suatu
organisasi perdagangan multilateral telah mulai dirintis dengan disepakatinya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)
pada tahun 1947, sebagai awal dari rencana pembentukan International Trade Organization (ITO), yang merupakan satu dari
3 (tiga) kerangka Bretton Woods
Institution. Kedua organisasi lainnya adalah International Monetary Fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang
sering dikenal dengan World Bank.
GATT sebenarnya hanya salah satu
dari IX Chapters yang
direncanakan menjadi isi dari Havana
Charter mengenai pembentukan International
Trade Organization (ITO) pada tahun 1947, yaitu Chapter IV: Commercial Policy. Namun International Trade Organization (ITO) tidak berhasil didirikan,
walaupun Havana Charter sudah
disepakati dan ditandatangani oleh 53 negara pada Maret 1948. Hal tersebut
dikarenakan Amerika Serikat menolak untuk meratifikasinya di mana Kongres
Amerika Serikat khawatir wewenangnya dalam menentukan kebijakan Amerika Serikat
semakin berkurang. GATT kemudian dimasukkan hanya sebagai perjanjian sementara
(interim) melalui sebuah Protocol of
Provisional Application sampai Havana
Charter dapat diberlakukan dan sebagai badan pelaksana GATT adalah Committee-ITO/GATT yang dipimpin oleh
seorang Direktur Jenderal.
Memperhatikan perubahan dan
perkembangan yang terjadi dalam hubungan perdagangan internasional sejak
berdirinya GATT menimbulkan pandangan perlunya beberapa peraturan dan prosedur
diperbaharui, khususnya didasarkan akan kebutuhan untuk memperketat prosedur
penyelesaian sengketa. Timbul pemikiran untuk membentuk suatu badan tingkat
tinggi yang permanen untuk mengawasi bekerjanya sistem perdagangan multilateral
dan diarahkan pula untuk menjamin agar negara-negara peserta (Contracting parties) GATT mematuhi
peraturan-peraturan yang telah disepakati dan memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Dalam Perundingan Perdagangan
Multilateral Putaran Uruguay (Uruguay
Round), Punta Del Este, 20 September 2006, pemikiran tentang pembentukan
suatu organisasi perdagangan multilateral dimaksud secara implisit termuat di
dalam Deklarasi Punta del Este. Hal tersebut merupakan salah satu dari 15
bidang perundingan dalam Putaran Uruguay, yaitu negosiasi mengenai upaya untuk
meningkatkan fungsi sistem GATT. Tujuan yang hendak dicapai dalam negosiasi
fungsi sistem GATT ini adalah: (1) meningkatkan fungsi pengawasan GATT agar
dapat memantau kebijakan dan perdagangan yang dilakukan oleh contracting parties (CPs) dan implikasi terhadap sistem
perdagangan internasional. (2) memperbaiki seluruh aktivitas dan pengambil
keputusan GATT sebagai suatu lembaga, termasuk keterlibatan para menteri
yang berwenang menangani masalah perdagangan, (3) meningkatkan kontribusi GATT
untuk mencapai “greater coherence”
dalam pembuatan kebijakan ekonomi global melalui peningkatan hubungan dengan
organisasi internasional lainnya yang berwenang dalam masalah moneter dan
keuangan.
Sesudah melalui tahapan-tahapan
proses perundingan yang alot dan konsultasi-konsultasi maraton yang intensif
atas draft-draft yang diusulkan
lebih dari 120 negara, akhirnya pada Pertemuan Tingkat Menteri Contracting Parties GATT di
Marrakesh, Maroko, pada tanggal 12-15 April 1994, disahkan Final Act tanggal 15 April 1994 dan
tanggal berlakunya WTO.
Persetujuan pembentukan WTO terbuka
bagi ratifikasi oleh negara-negara dan diharapkan dapat diberlakukan efektif
pada 1 Januari 1995. Untuk mengatasi adanya kekosongan antara Pertemuan Tingkat
Menteri di Marrakesh, Maroko sampai dengan tanggal berlakunya WTO, dibentuklah suatu lembaga
sementara yaitu Implementation
Committee yang bertugas antara lain memperhatikan program kerja WTO, masalah anggaran dan kontribusi
serta masalah keanggotaan WTO. Pada
pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IV di Doha (Doha Round), Qatar dari tanggal 9-14 November 2001, Indonesia
mengikutsertakan 32 orang delegasi. Putaran Doha merupakan putaran kesembilan
negosiasi perdagangan yang diluncurkan sejak sistem multilateral terbentuk
tahun 1947. Delapan putaran selanjutnya diluncurkan di bawah payung GATT, yang
kemudian berganti nama menjadi WTO
tahun 1995.
Oleh sebab itu, muncul pertanyaan,
apakah GATT sama dengan WTO? Tidak. WTO
adalah GATT ditambah dengan banyak kelebihan lainnya. Untuk lebih jelasnya, General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT) adalah: sebagai suatu persetujuan internasional, yaitu dokumen
yang memuat ketentuan-ketentuan mengatur perdagangan internasional. Walaupun
upaya untuk menciptakan suatu badan perdagangan internasional pada tahun
1940-an mengalami kegagalan, para perumus GATT sepakat bahwa mereka
menginginkan suatu aturan perdagangan yang bersifat multilateral. Para pejabat
pemerintah juga mengharapkan adanya pertemuan/forum guna membahas isu-isu yang
berkaitan dengan persetujuan perdagangan. Keinginan tersebut memerlukan
dukungan suatu sekretariat yang jelas dengan perangkat organisasi yang lebih
efektif. Oleh karena itu, GATT
sebagai badan Internasional, tidak lagi eksis. Badan tersebut kemudian
digantikan oleh WTO.
Sebelum berdirinya WTO masih banyak perundingan yang
dilakukan dalam rangka memujudkan perjanjian multilateral berkaitan dengan
perdagangan antara lain:
1. Tahun 1947-1948: Untuk pertama kalinya sejak PD II berakhir, negara-negara di
dunia terutama dari Blok Barat menginginkan adanya suatu bentuk sistem
perdagangan internasional yang lebih adil dan komprehensif untuk membangun
ekonomi dunia yang hancur akibat perang. Pada tahun 1947 di Geneva diadakan
perundingan perumusan perjanjian GATT yang menetapkan penurunan 45.000 jenis
tarif dengan nilai 10 miliar dolar AS. Perundingan ini diikuti 23 negara.
2. 1949: Pada tahun 1949 di Kota Annecy berlangsung perundingan yang
lebih dikenal sebagai “Perundingan Annecy”.
Dalam perundingan kali ini, telah disepakati untuk meratifikasi 5000 jenis
tarif yang diikuti 33 negara.
3. 1950-1951: Pada periode ini berlangsung “Perundingan Torquay” yang
diselenggarakan di Kota Torquay dimana disepakati untuk meratifikasi 5,500
jenis tarif yang diikuti oleh 34 negara.
4. 1955-1956: Pada periode ini berlangsung “Perundingan Jenewa” yang
diselenggarakan di Kota Jenewa di mana disepakati untuk meratifikasi sejumlah
jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 2,5 miliar dolar AS, yang diikuti
oleh 34 negara.
5. 1960-1961:Pada periode ini berlangsung Perundingan yang lebih dikenal
sebagai “Putaran Dillon”, yang diselenggarakan di Kota Jenewa, putaran GATT
kali ini diikuti oleh 45 negara yang menghasilkan kesepakatan untuk
meratifikasi 4.400 jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 4,9 miliar
dolar AS, yang diikuti oleh 34 negara.
6. 1964-1967: Putaran GATT kali ini lebih dikenal sebagai “Putaran
Kennedy”, yang diselenggarakan di Jenewa. Perundingan ini menyepakati penurunan
sejumlah jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 40 miliar dolar AS dan
kesepakatan anti-dumping yang
diikuti 48 negara.
7. 1973-1979: Putaran GATT yang lebih dikenal sebagai “Putaran Tokyo”,
Jepang dengan menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain; ratifikasi
sejumlah jenis tarif dan non-tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 155 miliar
dolar AS. Perundingan kali ini diikuti oleh 99 negara.
8. 1986-1988: Dalam periode ini, negara-negara peserta mengadakan
perundingan di Jenewa berdasarkan mandat Deklarasi Punta Del Este. Perundingan
kali ini tidak hanya membahas peratifikasian tarif dan non-tarif sejumlah
komoditas, namun juga telah membahas bidang jasa dalam perdagangan dunia. Di
tahun 1980-an, Indonesia memainkan peranan aktifnya dalam putaran GATT ini
dengan ditariknya suatu konklusi bahwa Indonesia harus mengubah haluan dari
orientasi yang berbasis impor ke arah strategi orientasi ekspor.
9. 1988: Pada bulan Desember tahun 1988 di Montreal, Kanada telah
diadakan pertemuan tingkat meneteri yang dikenal sebagai Mid-Term Ministerial Meeting untuk
mereview kembali beberapa poin yang telah dicapai dalam perundingan sebelumnya.
Pada sidang tersebut telah dicapai kemajuan pada 11 bidang kecuali pertanian.
Dalam periode ini, Indonesia mulai memainkan peranan aktifnya dalam Putaran
Uruguay.
10. 1989: Perundingan ini diselenggarakan pada April 1989 untuk
meneruskan kembali kemaetan perundingan pada putaran sebelumnya yang deadlock pada masalah pertanian.
11. 1990: Pada bulan Desember 1990 di Brussel, telah diselenggarakan
sidang tingkat menteri. Namun, kali ini tidak dihasilkan kesepakatan apapun,
karena Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai negara utama menolak untuk meratitikasi
bidang pertaniannya. Dengan demikian, perundingan pada semua bidang mencapai deadlock.
12. 1991: Pada bulan Desember 1991, Direktorat Jenderal GATT selalu
ketua Trade Negotiations Committee
(TNC) pada tingkat pejabat tinggi telah menyerahkan Draft Final Act sebagai hasil akhir
dari Uruguay Round.
13. 1992-1993: Pada tanggal Januari 1992, TNC bersidang untuk
menampung reaksi negara-negara peserta dan menentukan langkah selanjutnya dalam
perundingan. Negara-negara perserta menyatakan kesulitannya untuk menerapkan
DFA pada berbagai bidang termasuk kewajiban menghapus subsidi pertanian dan
sistem proteksi atas beberapa jenis komoditas. Dalam perundingan yang
berlangsung di Jenewa ini, telah dilakukan pembahasan antara lain; tariff dan
non-tarif, perdagangan jasa, hak atas kekayaan intelektual (hak cipta),
komoditas tekstil, serta pertanian. Dalam periode ini juga telah disepakati
untuk membentuk kerangka kerja WTO yang merupakan kelanjutan dari GATT. Pada
tanggal 14 Desember 1993, Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mulai
membuka akses pasar secara bertahap pada sector telekomunikasi, industri,
angkutan laut, turisme dan jasa keuangan.
14. 1994: Pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh tercapai
kesepakatan mengenai hasil perundingan dari Putaran Uruguay sebagai suatu paket
yang ditandatangani oleh Negara peserta yang kemudian melahirkan WTO.Sementara
dalam tahun yang sama, Indonesia telah menyelesaikan prosedur ratifikasi dengan
DPR pada bulan Oktober 1994. Sehingga Indonesia siap memberlakukan kewajiban
perjanjian sesuai ketentuan dalam perjanjian tersebut, antara lain;
perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, perdagangan jasa, turisme,
telekomunikasi, dan beberapa sektor lain.
15. 1995: Sesuai dengan hasil kesepakatan dari Putaran Uruguay,
maka pada tanggal 1 Januari 1995 di Jenewa Swiss, WTO resmi berdiri dengan
beranggotakan 146 negara termasuk Indonesia. Berdasarkan hasil kesepakatan
Putaran Uruguay, terdapat beberapa hal yang bersifat new issues, antara lain; trade
in services, intellectual property rights, dan trade-related investment
measures (TRIMs). Beberapa hal yang menjadi perhatian Indonesia sebagai
konsekuensi logis dari keikutsertaannya dalam WTO antara lain; masalah tarif,
akses pasar, komiditas tekstil, produk pertanian, regulasi dan penyelesaian
sengketa, hak atas kekayaan intelektual, bidang jasa dan investasi.
B. FUNGSI , TUJUAN, DAN SASARAN WTO
Mengenai fungsi atau tujuan WTO dapat dilihat dalam Article
III WTO, yaitu: (1) mendukung pelaksanaan, pengaturan, dan penyelenggaraan
persetujuan yang telah dicapai untuk memujudkan sasaran perjanjian tersebut,
(2) sebagai forum perundingan bagi negara-negara anggota mengenai
perjanjian-perjanjian yang telah dicapai beserta lampiran-lampirannya, termasuk
keputusan-keputusan yang ditentukan kemudian dalam Perundingan Tingkat Menteri,
(3) mengatur pelaksanaan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa perdagangan;
(4) mengatur mekanisme peninjauan kebijakan di bidang perdagangan, dan (5)
menciptakan kerangka penentuan kebijakan ekonomi global berkerja sama dengan
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank), serta badan-badan
yang berafiliasi.
Dari fungsi-fungsi WTO, tampak fungsi-fungsi tersebut
merupakan upaya untuk menafsirkan dan menjabarkan lebih lanjut tentang Multilateral
Trade Agreements (MTAs) dan Plurilateral Trade Agreements (PTAs),
termasuk mengawasi pelaksanaan maupun penyelesaian sengketa serta perbedaan
pendapat mengenai perjanjian-perjanjian yang disepakati. WTO juga akan
melakukan peninjauan atas implementasi perjanjian-perjanjian oleh setiap negara
anggota dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran-pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan dalam perjanjian. Dengan demikian, seperti halnya IMF
dan World Bank, WTO memiliki alat untuk memaksa negara-neara anggota
untuk mengikuti ketentuan-ketentuannya. Dengan fungsi-fungsi yang dipunyai WTO
tersebut, menjadikan WTO sekaligus sebagai forum bagi
perundingan-perundingan selanjutnya di masa mendatang dalam perjanjian
multilateral.
Adapun sasaran yang
ingin dicapai WTO dalam bekerja yaitu:
1.
Non-diskriminasi
Sebuah negara tidak
harus membedakan antara mitra dagang dan seharusnya tidak membedakan antara
produk, jasa sendiri dan asing atau warga negara.
2.
Lebih terbuka
Menurunkan hambatan
perdagangan adalah salah satu cara yang paling jelas untuk mendorong
perdagangan; hambatan ini termasuk bea masuk (atau tarif) dan langkah-langkah
seperti larangan impor atau kuota yang membatasi jumlah selektif.
3.
Diprediksi dan
transparan
Perusahaan asing,
investor dan pemerintah harus yakin bahwa hambatan perdagangan tidak harus
ditingkatkan secara sewenang-wenang. Dengan stabilitas dan prediktabilitas,
investasi didorong, pekerjaan diciptakan dan konsumen dapat sepenuhnya
menikmati manfaat dari persaingan - pilihan dan harga yang lebih rendah.
4.
Lebih kompetitif
Mengecilkan praktek
'tidak adil', seperti subsidi ekspor dan pembuangan produk di bawah biaya untuk
mendapatkan pangsa pasar; masalah yang kompleks, dan aturan mencoba untuk
menetapkan apa yang adil atau tidak adil, dan bagaimana pemerintah dapat merespon,
khususnya dengan pengisian bea masuk tambahan dihitung untuk mengimbangi
kerusakan yang disebabkan oleh perdagangan yang tidak adil.
5.
Lebih bermanfaat bagi
negara-negara kurang berkembang
Memberi mereka lebih
banyak waktu untuk menyesuaikan, fleksibilitas yang lebih besar dan hak-hak
istimewa; lebih dari tiga perempat dari anggota WTO negara berkembang dan
negara dalam transisi ke ekonomi pasar. Perjanjian WTO memberi mereka periode
transisi untuk menyesuaikan diri dengan mungkin, ketentuan WTO sulit lebih
asing dan,.
6.
Lindungi Lingkungan
Perjanjian WTO
mengizinkan anggota untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi tidak
hanya lingkungan tapi juga kesehatan masyarakat, kesehatan hewan dan kesehatan
tanaman. Namun, langkah-langkah ini harus diterapkan dengan cara yang sama
untuk kedua bisnis nasional dan asing. Dengan kata lain, anggota tidak harus
menggunakan langkah-langkah perlindungan lingkungan sebagai sarana menyamarkan
kebijakan proteksionis.
C. Tujuan WTO
Tujuan WTO meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan,
menambah lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi dan perdagangan, juga
memanfaatkan SDA. Dari tujuan WTO tersebut, banyak negara-negara berkembang
yang sampai sekarang taraf hidup dan kesejahteraannya masih dibawah maksimum,
sama dengan lapangan pekerjaan. Padahal tujuan WTO memang harus menciptakan
perdagangan yang fair.
D. Peran WTO
Pada tahun 1994, perundingan perdagangan dunia Uruguay
Round akhirnya dapat diselesaikan dan berbagai perjanjian telah
disepakati dalam bentuk General Agreement On Tariff and Trade (GATT). Dimana
waktu itu GATT sendiri bertujuan mengatur jalannya perdagangan internasional
pada masa itu, yang meliputi perdagangan dan tarif harga. GATT sendiri awal
berdirinya ketika berakhirnya Perang Dunia II tahun 1947, di mana terjadi
krisis ekonomi besar-besaran di dunia oleh negara-negara yang kalah perang di
Perang Dunia II. Peminjaman uang atas kerusakan infrastruktur dan struktur
dilakukan oleh negara-negara yang tidak mempunyai sukup dana untuk membiayai
negaranya sendiri. Oleh karena itu, mereka meminjam uang kepada Amerika Serikat
yang waktu itu memilik modal yang lebih dari cukup dengan bunga yang sangat
tinggi pula. Dalam pembaharuan GATT 1994 yang sekarang berkaitan dengan Uruguay
Round (1986-1994) : Perdagangan internasional mengalami distorsi
(kondisi produk di negara berkembang dilakukan secara monopoli), jadi
pemerintah menerapkan pajak barang mewah. Lalu muncullah sektor-sektor
investasi asing di negara berkembang karena negara maju meminta negara berkembang
untuk membuka investasi asing karena negara maju tidak mampu membayar upah
buruh.
Waktu dari pembentukan WTO, hambatan perdagangan internasional
masih tetap tinggi. Produk industri di 42 negara industri maju dan berkembang,
rata-rata masih memberlakukan tarif antara 18 sampai 59 persen.
Setelah Perang Dunia II digunakanlah alat pembangunan
internasional yaitu dollar melalui IMF dan Bank Dunia. Dulunya melalui
perdagangan commodity, sekarang melalui service atau jasa. Di WTO
sendiri terdapatfair trade dan market oriented. Fair
trade dikhususkan untuk negara maju dan negara berkembang.
Untuk negara berkembang sendiri, WTO belum dirasakan cukup
membantu dalam perekonomian internasionalnya. Seperti kebijakan anti
dumping lebih banyak dimanfaatkan oleh negara-negara maju, khususnya
untuk produk industri. Export subsidies mempunyai peranan
penting bagi negara berkembang atau industri baru dalam mengurangi ledakan
tenaga kerja
2. Persetujuan-persetujuan
dalam WTO
Hasil dari Putaran Uruguay berupa the
Legal Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan, lampiran (annexes),
keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang,
jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama
liberalisasi.
Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:
a. Barang/
goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
b. Jasa/
services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
c. Kepemilikan intelektual (Trade-Related
Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)
d. Penyelesaian
sengketa (Dispute Settlements)
Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya
berhubungan antara lain dengan sektor-sektor di bawah ini:
a) Pertanian
b) Sanitary
and Phytosanitary/ SPS
c) Badan
Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)
d) Standar
Produk
e) Tindakan
investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs)
f) Tindakan
anti-dumping
g) Penilaian
Pabean (Customs Valuation Methods)
h) Pemeriksaan
sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)
i) Ketentuan
asal barang (Rules of Origin)
j) Lisensi
Impor (Imports Licencing
k) Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and
Countervailing Measures)
l) Tindakan
Pengamanan (safeguards)
Untuk jasa (dalam Annex GATS):
a) Pergerakan
tenaga kerja (movement of natural persons)
b) Transportasi
udara (air transport)
c) Jasa
keuangan (financial services)
d) Perkapalan
(shipping)
e) Telekomunikasi
(telecommunication)
3. Prinsip-prinsip Perdagangan
Multilateral WTO
a. MFN (Most-Favoured Nation):
Perlakuan yang sama terhadap semua mitra dagang.Dengan berdasarkan prinsip MFN,
negara-negara anggota tidak dapat begitu saja
mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan
pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra
dagang negara anggota lainnya.
b. Perlakuan Nasional (National
Treatment) Negara anggota diwajibkan untuk memberikan
perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang
impor memasuki pasar domestik.
c. Transparansi
(Transparency) Negara anggota diwajibkan untuk bersikap
terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan perdagangannya sehingga
memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan.
Persetujuan-persetujuan WTO
Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:
- Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
- Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
- Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/
TRIPs)
- Penyelesaian sengketa
Persetujuan Bidang Pertanian
Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/
AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk melakukan
reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan
suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program
reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi
domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan
peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif.
Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar
perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus
dan berbeda (special and differential treatment – S&D) bagi negara-negara
berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk
produk-produk pertanian bagi negara-negara tersebut.
Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada
sistem klasifikasi HS (harmonized system of product classification),
produk-produk pertanian didefinisikan sebagai komoditi dasar pertanian (seperti
beras, gandum, dll.) dan produk-produk olahannya (seperti roti, mentega, dll.)
Sedangkan, ikan dan produk hasil hutan serta seluruh produk olahannya tidak
tercakup dalam definisi produk pertanian tersebut.
Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan sejumlah
peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan perdagangan di bidang pertanian, terutama
yang menyangkut akses pasar, subsidi domestik dan subsidi ekspor. Berdasarkan
ketentuan-ketentuan tersebut, para anggota WTO berkomitmen untuk meningkatkan
akses pasar dan mengurangi subsidi-subsidi yang mendistorsi perdagangan melalui
skedul komitmen masing-masing negara. Komitmen tersebut merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari GATT.
Fakta dan Realitas WTO
·
WTO mempunyai mandat yang luar biasa dalam
mengelola ekonomi global untuk kepentingan perusahaan multinasional (MNC) serta
negara maju,
·
Mandat WTO adalah menciptakan, dan menjalankan
peraturan perdagangan bebas menuju “dunia tanpa batas negara”. Akibatnya WTO
mempunyai kekuasaan tidak hanya judisial tetapi juga legislatif. Artinya, hukum
dan kebijakan nasional haruslah bersesuaian dengan perjanjian WTO, dan bila
belum sesuai harus segera diubah.
·
WTO adalah organisasi yang berbasiskan
‘aturan-aturan main atau rules’ yang merupakan hasil perundingan. Aturan
tersebut disebut juga ‘perjanjian atau kesepakatan (agreements). Di atas
kertas, perjanjian tersebut haruslah dihasilkan dari serangkaian perundingan
yang yang dilakukan oleh semua Negara anggota, dan mencerminkan kebutuhan
anggota (member driven). Realitasnya, perundingan dan penyusunan naskah awal
kesepakatan ditentukan oleh factor lain, yaitu kekuatan politik Negara-negara
anggota. Di dalam WTO dikenal ada “power bloc” yang disebut quad terdiri dari
Uni Eropa, Jepang, AS dan Canada. Walaupun pengambilan keputusan berdasarkan
konsensus tetapi kekuasaan riel ada di tangan Negara-negara besar tersebut.
Salah satu delegasi dari negara berkembang mengatakan, dalam proses menuju KTM
Doha pada tahun 2001 misalnya, kita (negara-negara berkembang) disodori
teks-teks “ajaib“, yang isinya muncul tiba-tiba dalam naskah awal tanpa ada
perundingan sebelumnya. Tetapi di KTM Doha keadaannya lebih buruk, teks-teks
bisa muncul tiba-tiba tanpa ada yang memasukkannya, dan pada hari terakhir
sekeretariat WTO mengatakan “inilah hasil teks terakhir”.
·
Arus barang, investasi dan jasa dibiarkan
bebas tetapi arus teknologi dan tenaga kerja dibatasi, sementara dua hal
terakhir diperlukan oleh negara sedang berkembang.
·
Perjanjian WTO dianggap paling tinggi
derajatnya oleh negara sehingga menegasikan semua perjanjian internasional
lain, termasuk perjanjian lingkungan hidup. Demikian pula peran pemerintahan
serta negara di tingkat local dan nasional dikalahkan oleh peran pasar dan
perdagangan.
·
Dapat diadakan pengaduan terhadap suatu negara
(non-compliance) serta pengenaan sanksi berupa penalti dan retaliasi silang
yang punya pengaruh luas.
Disiplin dalam WTO
mengikat secara hukum terhadap pemerintah yang sekarang maupun pemerintah di
masa depan. Jadi meskipun sebuah partai politik oposisi kemudian menang, ia
tidak bisa menjalankan kebijakan baru yang bertentangan dengan aturan-aturan
WTO. Dengan demikian suatu negara tidak lagi mempunyai banyak pilihan kebijakan
ekonomi
KESIMPULAN
World Trade Organization (WTO) atau
Organisasi Perdagangan Dunia merupakan badan internasional yang
secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan
multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan
dasar perdagangan internasional yang telah ditandatangani oleh negara-negara
anggota.
WTO (World Trade Organization) dikatakan sebagai lintas
batas nasional dalam perdagangan internasional antar negara dalam hal ekspor
impor antara produsen dan konsumen bisa juga dengan perusahaan-perusahaan
internasional (MNC). WTO resmi didirikan pada 1 Januari 1994 sebagai organisasi
perdagangan dunia yang merupakan penerus dari GATT 1947.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk
membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan
khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank
Dunia).
Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan
pada upaya pengurangan tariff. Pada Putaran Kennedy (pertengahan
tahun 1960-an) membahas mengenai tariff dan Persetujuan Anti
Dumping (Anti Dumping Agreement).
Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya
GATT mengurangi tariff secara progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata
mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri
utama, yang mengakibatkan tariff rata-rata atas produk industri turun menjadi
4,7%.
Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO.
Putaran Uruguay memakan waktu 7,5 tahun, dan mencakup semua bidang perdagangan.
Tujuan WTO adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan, menambah lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi dan
perdagangan, juga memanfaatkan SDA.
Peran WTO adalah memberikan jaminan kepada negara-negara maju dan
miskin apabila bergabung dalam WTO, barang-barang produk mereka akan dapat
masuk lebih mudah ke pasar negara-negara maju, lalu negara-negara berkembang
akan mampu mengontrol perdagangan dunia yang didominasi negara-negara maju
lewat aturan-aturan yang berlaku setara di setiap anggotanya, dan bahkan
jaminan kepada negara-negara miskin (LDCs) adalah mereka akan diberikan
kompensasi karena ikut masuk ke dalam rezim perdagangan yang penuh resiko.
Tetapi pada kenyataannya, perdagangan dunia yang
meningkat tidak berarti meningkatnya kesejahteraan dan pembangunan di
negara-negara berkembang dan miskin. Bahkan, kini mulai terasa kesejahteraan
negara-negara berkembang kian merosot dan proses pembangunan kian terhambat.
Produk-produknya pun masih sulit menembus pasar negara-negara maju. Di negara
maju pun masih mempraktikkan hambatan non-tarif yang sangat tinggi, seperti
penetapan standarisasi produk barang dan jasa, serta penetapan standar yang
tinggi di perbatasan berdasarkan aspek kesehatan, kebersihan dan keamanan.
Comments
Post a Comment